JAKARTA - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Pasal 21 atau menghalang-halangi penyidikan bisa dikenakan bagi siapapun yang mencoba menyembunyikan eks caleg PDI Perjuangan Harun Masiku, tersangka penyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Kalau tersangka dilindungi atau tidak ya saya tidak tahu. Kalau ada yang melindungi dan yang bersangkutan (Harun Masiku, red) tertangkap dan dia mengatakan selama ini siapa yang membantu bersembunyi, itu kan bisa kena Pasal 21, menghalang-halangi proses penyidikan," kata Alex dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Kamis, 30 Juli.
Dia mengatakan, KPK masih terus melakukan pencarian terhadap buronan tersebut. Informasi masyarakat yang masuk ke lembaga antirasuah terkait keberadaan Harun juga terus ditelusuri.
"Misalnya, ada yang menyampaikan HM itu di satu tempat dan memberikan nomor handphone, ya, kemudian kami ikuti," tegasnya.
Meski pencarian belum berhasil, namun Alex begitu yakin penangkapan buronan itu tinggal menunggu waktu. Apalagi, dalam pelaksanaan pencarian, KPK tidak sendirian tapi dibantu Polri.
"Jadi tidak hanya KPK yang mengejar tapi dari pihak Polri pun membantu KPK melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan. Tinggal tunggu waktu saja," ujarnya sambil menambahkan dia yakin Harun masih berada di Indonesia dan menyebut tak meminta Interpol mengeluarkan red notice.
BACA JUGA:
Sebelumnya, KPK memperpanjang masa pencegahan ke luar negeri bagi Harun selama enam bulan ke depan. Perpanjangan ini terhitung sejak Jumat, 10 Juli.
Masa pencegahan ke luar negeri itu diperpanjang karena KPK tak kunjung dapat menangkap Harun Masiku yang merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 itu.
Diketahui, Harun ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap oleh KPK bersama Saeful yang belakangan disebut sebagai staff petinggi PDI Perjuangan dalam kasus suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024
Sedangkan sebagai penerima suap, KPK menetapkan eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan bersama Agustiani Tio Fridelina (ATF) yang merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang merupakan orang kepercayaannya.
Dalam kasus ini, Wahyu disebut meminta uang operasional sebesar Rp900 juta untuk mengubah hasil pleno KPU terkait PAW anggota DPR RI untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang merupakan caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I yang meninggal dunia.