Bagikan:

JAKARTA - Episode buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra memasuki masa dramatis dalam dua bulan terakhir ini. Burunonan Kejaksaan Agung sejak 2009 ini diketahui melenggang masuk ke Indonesia Juni lalu dengan bebas tanpa diketahui dan mendaftarkan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Jakarta Selatan.

Lantas, mengapa buronan yang sejak 2009 dikejar bisa dengan mulus untuk keluar dan masuk ke Indonesia?

Mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chairul Imam angkat bicara. Dia menilai mudahnya buronan kelas kakap seperti Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia bukan karena permainan kelompok tertentu, melainkan karena lemahnya pengawasan intelijen Kejaksaan Agung.

"Karena lemah itu akhirnya kecolongan. Saya tidak katakan permainan tapi kelemahan intelijen (Kejaksaan Agung), bukti kelemahan peraturan sehingga ini terjadi," katanya dalam diskusi virtual bertajuk Ironi Djoko Tjandra & Tim Pemburu Koruptor, Sabtu, 18 Juli.

Chairul mengaku cukup bingung melihat santainya Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia. Padahal, seharusnya Kejaksaan Agung dapat mudah menangkap Djoko Tjandra.

Berdasarkan pengalaman Chairul selama berada di Korps Adhyaksa ini, Kejaksaan Agung dapat membawa buronan bahkan dari negara yang tak memiliki perjanjian ekstradisi sekalipun dengan Indonesia.

"Saya lihat ini kebobolan. Karena beberapa kali kita membawa buronan dari luar negeri bahkan dari negara-negara atau tempat-tempat yang tidak punya perjanjian ekstradisi dengan kita, kita bisa berhasil. Jadi enggak tahu kok kenapa sekarang ini bisa begini, saya sendiri sudah lama di luar kejaksaan," ucapnya.

Tak hanya itu. Chairul mengatakan, mudahnya buronan kelas kakap ini keluar masuk Indonesia karena pintu-pintu masuk ke Tanah Air tak ketat penjagaan.

Apalagi, kata Chairul, sebagai negara maritim dengan perairan yang lebih luas dari daratan, banyak jalan tikus yang dapat "mendukung" Djoko Tjandra dengan mudah melenggang ke Indonesia ataupun sebaliknya.

"Kan masuk Indonesia ini kan sebetulnya hal yang tidak terlalu sulit. Coba saja dari Singapura dia ke Kuching (Malaysia), sudah bisa masuk tuh lewat Kalimantan Barat, Pontianak. Bisa juga dia lewat jalan tikus yang di Riau dari Singapura mungkin dia lewat Tanjung Balai, Tanjung Batu itu banyak sekali kapal-kapal penyeludup yang bisa ditumpangi," ucapnya.

Chairul mengatakan, bahkan buronan juga dapat menggunakan kapal barang yang nantinya bersandar di Pantai Mutiara dan selanjutnya dijemput oleh speed boat. "Jadi memang tidak gampang mengawasi (pintu-pintu masuk), itu sulit. Tetapi memang harus dilakukan," jelasnya.

Tamparan keras penegak hukum 

Dalam kesempatan yang sama, mantan Wakapolri yang kini menjabat sebagai wakil rakyat di Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun angkat suara terkait polemik persuratan yang melengangkan buron Djoko Tjandra. Ia menilai ini merupakan tamparan keras kepada institusi penegak hukum. Apalagi, sampai menyeret pihak kepolisian adalah hal yang memalukan.

"Saya terus terang bahwa sangat memalukan bahwa telah terjadi case yang menyangkut anggota Polri," tuturnya.

Saat digali sejauh apa Adang mengetahui kasus ini, dia memilih untuk tidak membocorkan komunikasi antara dirinya dan Bareskrim juga Propam Polri. Andang beralasan bahwa dirinya tak ingin melampaui apa yang disampaikan kepolisian terkait kasus ini.

Lebih lanjut, Andang mengaku, khawatir kalau kasus ini perbuatan perorangan maka permasalahan yang dihadapi saat ini adalah tentang moral.

"Saya tidak akan melampaui apa yang beliau-beliau sampaikan saat ini masih dalam proses pemeriksaan memang berbicara tentang moral. Saya takut kalau ini bagian dari kegiatan yang paling terorganisir ini yang paling saya takuti. Kalau ini sudah terjadi dalam kasus seperti ini," ucapnya.

Kemudian, Andang juga enggan menjelaskan saat ditanya jika kasus Djoko Tjandra ini melibatkan banyak aspek seperti bintang dua dan satu Institusi Polri, dapat diartikan adanya kekuatan besar.

"Kembali lagi saya bilang, ini kan masih dalam proses saya tidak ingin terlalu jauh mendalami ini. Tapi setiap hari saya bicara dengan Bareskrim, Propam karena saya akan melihat duduk sebagai anggota dewan dan kalau ternyata memang kasus ini sudah teroganisir dan masuk ke dalam pindana ya lakukan tindakan itu," jelasnya.

Andang menegaskan, saat ini masyarakat Indonesia sudah sangat kritis menanggapi suatu kasus. Sehingga, sudah tidak ada ruang untuk aparat kepolisian bermain menutupi kasus.

"Sekarang udah enggak bisa lagi, masyarakat kita sudah kritis, masyarakat kita sudah bisa berbicara. Jadi kalau kepolisian masih juga menutup diri terhadap keterbukaan maka akan terpuruk di ujungnya nanti," katanya.