Polri Berpeluang Satukan Berkas Penyidikan Djoko Tjandra
Djoko Tjandra (Antara Foto)

Bagikan:

JAKARTA - Polri membuka peluang soal penyatuan berkas penyidikan kasus surat jalan palsu dan dugaan suap penghapusan red notice atas tersangka Djoko Tjandra. Namun, sejauh ini belum ada permintaan dari pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) perihal tersebut.

"Sejauh ini belum ada laporan ke kami. Tidak menutup kemungkinan itu bisa terjadi," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Senin, 21 September.

Penyatuan berkas penyidikan dalam suatu perkara sudah biasa dilalukan. Namun, dalam penerapannya mesti ada koordinasi dari penyidik dan Kejagung. Bentuk koordinasi itupun dikenal dengan istilah koordinasi bawah tangan.

"Diperlukan sinkronisasi, tukar informasi, tukar laporan intelijen tukar, hasil pemeriksaan sudah sering dilakukan antara Polri dengan Kejagung," kata dia.

Bahkan dalam koordinasi itu penyidik dari kedua institusi bakal membahas soal munculnya indikasi tersangka lainnya. Sehingga, pengembangan perkara bakal terus dilakukan berdasarkan bukti yang ada.

"Jika sudah ada bukti permulaan yang cukup sehingga sudah ada potensi-potensi tersangka yang lainnya tentunya hal tersebut perlu dikoordinasikan bersama-sama," tandas dia.

Dalam penanganan di Bareskrim Polri, Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yakni pembuatan surat jalan palsu dan penghapusan red notice. 

Bareskrim menetapkan empat tersangka kasus dugaan gratifikasi terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.  Dua orang tersangka pemberi gratifikasi yakni  Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi (TS). Sedangkan sebagai penerima, Bareskrim Polri menetapkan Brigjen Prasetyo Utomo (PU) dan Irjen Napoleon Bonaparte (NB).

Sementara dalam kasus kedua yakni tindak pidana umum terkait pembuatan surat palsu, penyidik menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka. Dalam kasus pembuatan surat palsu ini, penyidik sudah lebih dulu menetapkan Brigjen Prasetyo Utomo, Anita Dewi Kolopaking.

Sedangkan di Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan duit suap ke jaksa Pinangki Sirna Malasari. 

Djoko Tjandra diduga meminta bantuan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) agar dirinya tak dieksekusi dalam kasus hak tagih Bank Bali.