JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri mulai mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPUU) yang dilakukan Maria Pauline Lumowa, tersangka kasus pembobol BNI senilai Rp1,7 triliun.
Pendalaman itu dilakukan dengan memeriksa tiga saksi dari unsur bank swasta. Selain TPPU, pemeriksaan itu juga untuk mendalami dugaan keterlibatan pihak lain.
"Penyidik akan melakukan pemeriksan terhadap tiga bank swasta terkait dengan aliran dana dengan LC fiktif tersebut," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Selasa, 28 Juli.
Namun, sayangnya dia tidak merinci tiga bank yang dimaksud. Hanya saja, dari kesaksian tiga bank itu akan menelusuri aliran uang hasil korupsi Maria.
"Yang jelas Polri akan follow the money Penyidik akan mengikuti kemana aliran uangnya, semua uang itu akan diperiksa," pungkas Awi.
Rencana pemeriksaan itu merupakan langkah penyelidikan selanjutnya usai menggali keterangan dari tersangka lain berinisial Adrian Herling Waworuntu (AHW).
BACA JUGA:
Adapun Maria Pauline Lumowa merupakan buronan pemerintah Indonesia. Sebab, dia merupakan tersangka kasus pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru dengan modus Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengalami kerugian senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau setara Rp 1,7 triliun berdasarkan kurs saat itu. Uang sebanyak itu merupakan pinjaman PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Kecurigaan mulai dirasakan pihak Bank BNI. Sebab, proses peminjaman yang seharusnya cukup sulit karena nominal yang besar justru berjalan sangat mudah. Diduga, PT Gramarindo Group dibantu oleh oknum pegawai Bank BNI karena pengajuan peminjaman itu tetap menyetujui dengan jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp.
Terlebih, beberapa bank yang menjadi penjamin itu bukanlah bank korespondensi Bank BNI. Kecurigaan itu semakin kuat di Juni 2003. Pihak BNI menyelidiki transaksi keuangan PT Gramarindo Group. Hasilnya, perusahaan itu tak pernah melakukan ekspor atau tak sesuai seperti yang dilaporkan saat proses peminjaman.
Hingga akhirnya, pihak BNI melaporakan dugaan L/C fiktif tersebut ke Mabes Polri. Tetapi, Maria Pauline Lumowa justru meninggalkan Indonesia dengan pergi ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Dari hasil penyelidikan, wanita itu diketahui kerap berada di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura. Bahkan, diketahui jika Maria sudah menjadi warga negara Belanda sejak tahun 1979. Sehingga, Pemerintah Indonesia mencoba mengajukan permohonan ekstradisi ke Pemerintah Belanda sebanyak dua kali, tepatnya di 2010 dan 2014.
Namun, Pemerintah Belanda menolak permohonan itu. Justru memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda. Hingga akhirnya, wanita itu ditangkap pada 16 Juli 2019, berdasarkan red notice interpol yang diterbitkan pada 2004.