Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri mengirimkan surat permohonan perpanjangan masa penahanan Maria Pauline Lumowa ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta selama 40 hari ke depan. Tujuannya, agar penyidik bisa memeriksa lebih mendalam tersangka pembobolan Bank BNI tersebut.

Kabag Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, surat permohonan itu teregistrasi dengan nomor B3559.VII Res 22/2020/Dit Tipidsus tertanggal 23 Juli 2020. Dengan sudah dikirimnya surat tersebut, penyidik tinggal menunggu jawaban atau kepastian dari pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Sesuai surat Kabareskrim ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk mengajukan permohonan perpanjangan penahanan MPL," ucap Ahmad di Mabes Polri, Jumat, 24 Juli.

Jika nantinya permohonan itu dikabulkan, kata dia, Maria akan menjalani masa penahanan hingga 7 September, terhitung sejak 29 Juli 2020.

Selain itu, terkait dengan kondisi Maria yang sebelumnya dikatakan sakit, Ahmad menyebut jika wanita penyandang buronan selama belasan tahun itu sudah membaik kondisinya. Bahkan, selama ditahan pihak keluarga juga sering dibesuk oleh keluarganya.

"Kondisi MPL sedang sehat dan yang bersangkutan selalu dibesuk oleh keluarganya tetapi sesuai jam besuk dan waktu yang ditentukan," tandas Ahmad.

Adapun Maria Pauline Lumowa merupakan buronan pemerintah Indonesia. Sebab, dia merupakan tersangka kasus pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru dengan modus Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengalami kerugian senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau setara Rp 1,7 triliun berdasarkan kurs saat itu. Uang sebanyak itu merupakan pinjaman PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Kecurigaan mulai dirasakan pihak Bank BNI. Sebab, proses peminjaman yang seharusnya cukup sulit karena nominal yang besar justru berjalan sangat mudah. Diduga, PT Gramarindo Group dibantu oleh oknum pegawai Bank BNI karena pengajuan peminjaman itu tetap menyetujui dengan jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp.

Terlebih, beberapa bank yang menjadi penjamin itu bukanlah bank korespondensi Bank BNI. Kecurigaan itu semakin kuat di Juni 2003. Pihak BNI menyelidiki transaksi keuangan PT Gramarindo Group. Hasilnya, perusahaan itu tak pernah melakukan ekspor atau tak sesuai seperti yang dilaporkan saat proses peminjaman.

Hingga akhirnya, pihak BNI melaporakan dugaan L/C fiktif tersebut ke Mabes Polri. Tetapi, Maria Pauline Lumowa justru meninggalkan Indonesia dengan pergi ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Dari hasil penyelidikan, wanita itu diketahui kerap berada di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura. Bahkan, diketahui jika Maria sudah menjadi warga negara Belanda sejak tahun 1979. Sehingga, Pemerintah Indonesia mencoba mengajukan permohonan ekstradisi ke Pemerintah Belanda sebanyak dua kali, tepatnya di 2010 dan 2014.

Namun, Pemerintah Belanda menolak permohonan itu. Justru memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda. Hingga akhirnya, wanita itu ditangkap pada 16 Juli 2019, berdasarkan red notice interpol yang diterbitkan pada 2004.