Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri sudah memeriksa tersangka pekara pembobolan BNI senilai Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa. Dalam pemeriksaan ini, penyidik mencecar sejumlah pertanyaan terkait aksi kejahatan yang dilakukan.

Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono mengatakan, penyidik mendalami perusahaan yang digunakan untuk mengajukan Letter of Credit (L/C) kepada Bank BNI. Selain itu, penyidik juga meminta Maria Pauline Lumowa untuk menjelaskan dokumen-dokumen yang digunakan untuk melancarkan aksinya.

"Kedua adalah berkaitan dengan beberapa perusahaan yang merupakan debitur dari BNI yang diajukan permohonan kredit LC, itu kita tanyakan dan ada juga beberapa surat dan dokumen ataupun suatu surat pernyataan yang pernah dibuat oleh MPL kita tanyakan kembali," kata Argo di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Rabu, 22 Juli.

Kemudian, penyidik juga mendalami hubungan Maria dengan belasan saksi yang sebelumnya telah menjadi terdakwa dalam perkara tersebut. Kata dia, maria diberondong dengan 27 pertanyaan.

"Kita menanyakan ke tersangka MPL ini hubunganya dengan saksi, karena saksi yang kita periksa terdakwa dari pada kasus ini karena ada beberapa tersangka dalam kasus ini dan kemudian kemarin beberapa sudsh kita lakukan pemeriksaan sekitar ada 14 kita periksa untuk saksi tersangka MPL ini," kata Argo.

Adapun Maria Pauline Lumowa merupakan buronan pemerintah Indonesia. Sebab, dia merupakan tersangka kasus pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru dengan modus Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengalami kerugian senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau setara Rp 1,7 triliun berdasarkan kurs saat itu. Uang sebanyak itu merupakan pinjaman PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Kecurigaan mulai dirasakan pihak Bank BNI. Sebab, proses peminjaman yang seharusnya cukup sulit karena nominal yang besar justru berjalan sangat mudah. Diduga, PT Gramarindo Group dibantu oleh oknum pegawai Bank BNI karena pengajuan peminjaman itu tetap menyetujui dengan jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp.

Terlebih, beberapa bank yang menjadi penjamin itu bukanlah bank korespondensi Bank BNI. Kecurigaan itu semakin kuat di Juni 2003. Pihak BNI menyelidiki transaksi keuangan PT Gramarindo Group. Hasilnya, perusahaan itu tak pernah melakukan ekspor atau tak sesuai seperti yang dilaporkan saat proses peminjaman.

Hingga akhirnya, pihak BNI melaporakan dugaan L/C fiktif tersebut ke Mabes Polri. Tetapi, Maria Pauline Lumowa justru meninggalkan Indonesia dengan pergi ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Dari hasil penyelidikan, wanita itu diketahui kerap berada di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura. Bahkan, diketahui jika Maria sudah menjadi warga negara Belanda sejak tahun 1979. Sehingga, Pemerintah Indonesia mencoba mengajukan permohonan ekstradisi ke Pemerintah Belanda sebanyak dua kali, tepatnya di 2010 dan 2014.

Namun, Pemerintah Belanda menolak permohonan itu. Justru memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda. Hingga akhirnya, wanita itu ditangkap pada 16 Juli 2019, berdasarkan red notice interpol yang diterbitkan pada 2004.