Bagikan:

JAKARTA - Seorang pria berusia 57 tahun, yang dinyatakan mati otak setelah pingsan sekitar dua minggu setelah menerima vaksin COVID-19 dosis tunggal, Johnson & Johnson.

Kondisi yang memukul keluarga, membuat sang putri meminta pemerintah mengklarifikasi kausalitas antara kematian ayahnya dan vaksin. Dengan pihak keluarga memutuskan untuk menyumbangkan organ pria tersebut untuk empat orang. Baik nama sang ayah maupun putrinya tidak disebutkan.

Peristiwa ini terjadi di Korea Selatan. Dalam petisi yang diunggah ke situs Cheong Wa Dae atau Blue House, Kantor Kepresidenan Korea Selatan pada 22 Oktober lalu, sang putri mengklaim ayahnya yang meninggal pada 10 Oktober, sehat sebelum menerima vaksin, meskipun sempat menjalani operasi katup jantung 33 tahun silam.

Sang putri menuturkan, pria tersebut menerima suntikan vaksin COVID-19 pada 17 September, dilarikan ke rumah sakit setelah pingsan pada 6 Oktober. Dia didiagnosis menderita infark serebral. Sempat menjalani operasi otak darurat, tetapi akhirnya ia dinyatakan mati otak.

"Ayah saya meninggal dan kemudian menyumbangkan organnya kepada empat orang. Petugas medis di rumah sakit mengatakan, mereka tidak yakin apakah otopsi dapat mengetahui penyebab pasti kematian ayah saya," tulis putrinya dalam petisi, mengutip Korea Times 25 Oktober.

"Yang saya inginkan bukanlah kompensasi, tetapi upaya pemerintah untuk mengklarifikasi kausalitas antara kematian ayah saya dan vaksinasi, serta permintaan maaf yang tulus," sambungnya.

Dia mengkritik tanggapan 'malas' rumah sakit terhadap pasien, yang mungkin menderita reaksi abnormal setelah vaksinasi.

Selain itu, Ia mendesak pemerintah untuk memberi tahu orang-orang tentang keseriusan efek samping terkait vaksin, daripada hanya meminta orang untuk berpartisipasi dalam program vaksinasi COVID-19 negara.