JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan pemberantasan korupsi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalami problem serius. Bagi ICW, tidak pernah ada implementasi serius pemberantasan korupsi.
"Pemberantasan korupsi beberapa waktu ke belakang hanya sebatas lip service. Sebatas tulisan di atas kertas tanpa ada implementasi yang konkrit," kata Kurnia dalam diskusi bertajuk Historis TWK KPK dan Peta Besar Pelemahan Pemberantasan Korupsi yang ditayangkan di YouTube Sahabat ICW, Kamis, 21 Oktober.
Menurutnya, lemahnya upaya pemberantasan korupsi ini terjadi karena prosesnya dilakukan dan didukung oleh elite politik yang duduk di pemerintahan juga DPR.
"Pemerintah dan DPR adalah dalang di balik runtuhnya pemberantasan korupsi di Indonesia," tegas Kurnia.
Dia meminta pemerintah segera mengambil kebijakan konkrit terkait pemberantasan korupsi termasuk terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kata Kurnia, hal ini perlu dilakukan demi mencegah terjadinya penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang diyakini akan kembali terjadi.
Padahal, skor IPK Indonesia pada 2020 berada di angka 37 atau turun tiga poin dibandingkan pada 2019 yang ada di angka 40.
"Beberapa waktu ke depan kita akan menyaksikan kembali bagaimana IPK Indonesia di mana tahun 2020 sudah menurun dan sekarang belum ada kebijakan yang konkret juga dari pemerintah soal penguatan KPK maka kami meyakini IPK kita akan anjlok diikuti dengan indeks demokrasi dan lain-lain," ungkap Kurnia.
BACA JUGA:
Penguatan KPK, sambungnya, mejadi hal yang harusnya jadi perhatian karena selama ini telah terjadi penggembosan terhadap lembaga itu termasuk menyangkut independensi. Praktik ini makin terlihat di tengah polemik Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dimana 58 pegawai KPK akhirnya didepak dari pekerjaannya karena tak lolos.
"Bahwa ada gerakan dari partai politik yang sepakat dengan kebijakan yang melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Tentu ini bukan pekerjaan Pimpinan KPK semata tapi ada kontribusi dari pemerintah dan DPR," jelasnya.
"Ini bukan pekerjaan Pimpinan KPK semata tapi ada kontribusi dari pemerintah dan DPR, tentu kalau kita mengaitkan langsung pemerintah dan DPR ada pada fase regulasi yang berujung pada Perkom 1 Tahun 2021 yang memuat soal TWK yaitu UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 atau revisi UU Nomor 30 Tahun 2002," pungkas Kurnia.