JAKARTA - Mantan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid kini punya kesibukan yang berbeda setelah didepak dari pekerjaannya akibat gagal menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) lewat mekanisme Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Cak Harun, sapaannya, kini sibuk mengelola pesantren dan juga berdagang. Hal ini diungkap oleh mantan penyelidik KPK Aulia Postiera lewat cuitannya di akun @paijodirajo.
"Harun Al Rasyid nama lengkapnya. Mantan Penyelidik Utama KPK (Kasatgas). Seorang Doktor Hukum dan salah seorang pegawai KPK angkatan pertama. Sementara ini, mengisi hari2nya dg mengelola pesantren dan barang dagangannya untuk didistribusikan dan dijual ke warung2," tulis Aulia yang dikutip pada Rabu, 13 Oktober.
•Harun
Harun Al Rasyid nama lengkapnya. Mantan Penyelidik Utama KPK (Kasatgas). Seorang Doktor Hukum dan salah seorang pegawai KPK angkatan pertama.
Sementara ini, mengisi hari2nya dg mengelola pesantren dan barang dagangannya untuk didistribusikan dan dijual ke warung2. pic.twitter.com/PwYj01qxiS
— paijodirajo (@paijodirajo) October 12, 2021
Lewat utas yang dibuatnya, dia mengatakan Harun lahir dan besar di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) di Madura. Hal inilah yang lantas membuat mantan penyelidik yang dijuluki 'Raja OTT' itu mendirikan pesantren.
Tak hanya mendirikan pesantren, kata Aulia, Harun juga aktif mengajari anak-anak di lingkungannya untuk mengaji.
"Harun, biasa dipanggil 'Cak Harun' atau 'Ustad Harun' lahir dan besar di lingkungan pesantren NU di Madura. Hal itu pulalah yg mendorong Harun mendirikan pesantren dari menyisihkan penghasilannya, sekaligus mengajar mengaji untuk anak2 di sekitar rumahnya di kawasan Bogor," ujarnya.
Aulia juga mengatakan Harun adalah sosok yang aktif saat menjalankan pekerjaannya sebagai penyelidik. Di sela proses penanganan kasus korupsi yang menyita waktu, Harun ternyata mampu membagi waktu untuk menjalankan tugas sebagai pengurus Wadah Pegawai KPK, mengurus Masjid Al Ikhlas KPK, mengajar mengaji di pesantrennya, dan menulis buku.
Ada dua buku yang sudah ditulis Harun yaitu Fikih Korupsi - Analisis Politik Uang di Indonesia dalam Perspektif Maqashid al-Syariah dan Fikih Persaingan Usaha dan Moralitas Antikorupsi - Reaktualisasi Teologi Berbisnis dan Bersaing Sehat.
Selain itu, Aulia juga menyebut Harun sebagai penyelidik yang berprestasi dan menjadi panutan banyak juniornya di KPK. Hanya saja, dia kini menjadi 1 dari 57 pegawai yang dipecat melalui TWK.
"Harun merupakan salah seorang Penyelidik berprestasi dan menjadi panutan banyak juniornya di KPK. Banyak dari kasus OTT yang ditanganinya bersama Anggota Satgasnya dalam bbrp tahun terakhir, sehingga dia tak salah juga mendapat julukan sebagai Raja OTT," katanya.
"Sehat selalu dan tetaplah menjadi inspirasi banyak orang, Cak!" imbuh Aulia.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK secara resmi memberhentikan dengan hormat puluhan pegawainya per 30 September lalu. Mereka diberhentikan karena tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.
Selain itu, ada juga penyidik muda Lakso Anindito yang gagal setelah ikut tes susulan karena baru selesai bertugas. KPK berdalih mereka tak bisa jadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka dalam TWK.
Setelah diberhentikan, sejumlah mantan pegawai tersebut kemudian banting setir dari profesi lamanya. Bahkan, berdasarkan data yang dimiliki oleh mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap ada tujuh mantan pegawai memilih berbisnis.
Mereka adalah mantan penyelidik, Ronald Paul Sinya; mantan Spesialis Humas Muda, Ita Khoiriyah atau Tata; mantan fungsional Biro Hukum KPK, Juliandi Tigor Simanjuntak hingga mantan pegawai bidang Deteksi dan Analisis Korupsi, Panji Prianggoro.