Masalah Jouska: Indikasi Konflik Kepentingan dan Bukan Kapabilitasnya Mengelola Portofolio Saham
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Beberapa hari ini, PT Jouska Finansial Indonesia menjadi perbincangan di jagat media sosial lantaran ada sejumlah akun yang mengaku dirugikan oleh perencana keuangan itu. Ada apa dengan perusahaan perencana keuangan atau financial planner yang memiliki ratusan ribu follower di media sosial itu?

Pertama kali, hal itu diungkapkan akun @yakobus_alvin melalui sebuah utas di Twitter. Utas diawali dengan unggahan tangkapan layar yang menunjukkan kerugian dari pembelian saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK).

Dari tangkapan layar itu, diperlihatkan bahwa dia menderita kerugian hingga Rp35,63 juta dari salah satu portofolio sahamnya itu. Dari harga Rp1.965, saham LUCK terjun bebas ke level Rp394 per saham.

Dia menyatakan pernah punya 43.500 lembar saham LUCK pada saat harganya Rp1.965 per saham. Alvin mengklaim telah menjual sebagian portofolionya, sehingga saat harga LUCK terjun ke Rp394 per saham, sisa kepemilikannya adalah 33.500 saham.

"Saya klien Jouska tahun 2018-2019. Di atas saya share portofolio saya di saham yang dikelola oleh Jouska. Total dana aset saya yang dikelola adalah Rp65 juta," cuitnya lewat akun Twitter, Selasa 21 Juli.

Dalam utasnya, Alvin menjelaskan mengapa dirinya begitu tertarik menggunakan jasa Jouska karena melihat akun Instagramnya yang booming dan terus bertumbuh dan memiliki follower ratusan ribu. Dia merasa Jouska dapat membantunya mengelola keuangan dan investasinya secara tepat.

Alvin pun menjadi klien Jouska dan menyepakati beberapa klausul dalam kontrak. Salah satu klausulnya adalah membolehkan Jouska mengelola Rekening Dana Investor dan membantu proses transaksi.

Alvin masih cukup aktif memberikan informasi terbaru mengenai kasus ini. Dia mengunggah beberapa tangkapan layar dari beberapa akun lain yang mengalami nasib serupa yakni terjerumus akibat rekomendasi Jouska untuk membeli saham LUCK yang masih seumur jagung di lantai bursa.

Portofolio saham Alvin yang "nyangkut" di LUCK diklaim merupakan buah dari pengelolaan yang dilakukan Jouska. Beberapa akun lain juga menyatakan sempat meminta saham tersebut dijual, tetapi tak diizinkan pihak Jouska.

Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan, apakah Jouska memang memiliki afiliasi dengan LUCK? Lantas mengapa Jouska bisa sampai mengelola portofolio saham seseorang? Bukankah tugas tersebut hanya bisa dilakukan oleh manajer investasi?

Kami mencoba merunut masalah yang sebenarnya ada pada Jouska ini. Ada tiga hal yang merupakan akar dari masalah utama dalam sejumlah cerita yang seliweran di jagat dunia maya belakangan ini.

Yang pertama adalah keberadaan saham LUCK yang memang baru tercatat sebagai perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia (BEI) per 28 November 2018.

Dalam perjalanannya, saham LUCK memang mengalami pergerakan tak wajar sejak IPO. Hingga pertengahan Juni 2019, harga sahamnya melonjak sekitar 546 persen ke level Rp1.840 per saham. Adapun, harga pada saat IPO adalah Rp285 per saham.

Bahkan harga saham LUCK sempat mencapai level Rp2.000. Namun, saham perusahaan yang bergerak di industri percetakan itu mulai tersungkur pelan-pelan.

Dalam jangka waktu kurang dari sebulan, hingga Agustus 2019, saham LUCK turun ke Rp1.480 per saham.

Sempat duduk manis di kisaran Rp1.400-an, saham LUCK kembali menukik pada mulai Oktober 2019. Dari level Rp1.475 per saham pada 18 Oktober 2019, saham LUCK tersungkur ke harga Rp492 per saham pada November 2019.

Dan jelang akhir tahun lalu, harga saham LUCK terus turun hingga ke level Rp380 per saham. Sempat kembali menguat pada Februari ke kisaran Rp880 per saham, harga LUCK terus turun ke kisaran Rp300-an dan pada Rabu (22/o7/2020), saham LUCK tergerus kini berada di level Rp316 per saham.

Masalah yang kedua adalah, bukan kapasitasnya sebagai pengelola portofolio saham seseorang. Rekan seprofesi Jouska yakni Chairman dan Presiden IARFC Indonesia Aidil Akbar Madjid menjelaskan bahwa perencana keuangan independen dan firma perencana keuangan tidak terikat atau terafiliasi dengan institusi atau produk keuangan manapun.

Sesuai nama dan gelar profesinya, lanjutnya, perencana keuangan bertugas membantu nasabah melakukan perencanaan dan edukasi kepada masyarakat. Dia menegaskan tak ada kewenangan perencana keuangan untuk mengelola uang nasabah.

"Perencana keuangan dilarang dan tidak dalam kapasitas dan posisinya untuk mengelola uang nasabah ataupun melakukan transaksi jual-beli portofolio nasabah, apalagi melakukannya dengan kuasa penuh, meskipun telah diberi kuasa oleh nasabah," ujar Aidil dalam keterangan resminya, Rabu 22 Juli.

Agar dapat mengelola uang nasabah dan transaksi jual beli, lanjutnya, dibutuhkan lisensi khusus yaitu Wakil Manajer Investasi dan Wakil Perantara Pedagang Efek yang bekerja di perusahaan efek. Apabila mengantongi dua lisensi itu, maka perencana keuangan tak lagi bisa disebut independen.

Dia juga menjelaskan perencana  keuangan independen wajib memberitahu nasabah jika memiliki afiliasi institusi dan produk keuangan. Nasabah atau klien berhak mendapat informasi jika ada potensi benturan kepentingan.

Menurut Aidil dalam setiap perencanaan, penasihat keuangan harus menempatkan kepentingan nasabah di atas kepentingan lainnya. Hal itu dilakukan sesuai dengan profil risiko dari nasabah, tujuan keuangan, dan jangka waktu pencapaian.

Setiap nasabah memiliki profil risiko yang berbeda, sehingga tidak serta merta semua nasabah akan berinvestasi atau harus berinvestasi pada produk keuangan dan produk investasi, apalagi investasi pada saham dan saham IPO," paparnya.

Rekomendasikan Saham yang Tidak Likuid

Nah terkait kepentingan yang disebutkan Aidil, timbul lah masalah yang ketiga. Mengutip CNBC, ada konflik kepentingan, di mana saat LUCK melakukan penawaran saham perdana memakai Phillip Sekuritas sebagai underwriter atau penjamin emisi efek, yang ternyata bekerjasama dengan Jouska.

Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu pelaku pasar saham. Menurutnya, Jouska seharusnya memberikan rekomendasi saham-saham yang likuid kepada klien.

"Sebagai konsultan investasi, Jouska seharusnya memberikan rekomendasi saham yang bersifat 'liquid', seperti di LQ45 atau Kompas100. Di sana juga banyak perusahaan kecil yang bagus, dan laporan keuangannya dipantau secara reguler oleh analis di pasar modal," kata pelaku pasar tersebut.

Menurut dia, di pasar modal sudah jelas bahwa LUCK termasuk saham yang fundamental dan likuiditasnya dipertanyakan.

"Merupakan suatu hal yang tidak dapat dibenarkan jika Jouska merekomendasikan --apalagi mengeksekusi-- aset klien untuk diinvestasikan pada saham yang tidak likuid, volume perdagangan hariannya rendah, dan harganya tidak bergerak sesuai fundamental," tutur pelaku pasar saham tersebut.

Founder dan Chief Executive Office (CEO) PT Jouska Finansial Indonesia, Aakar Abyasa Fidzuno menjelaskan kepada CNBC mengapa pihaknya menyodorkan untuk mengoleksi saham LUCK untuk menjadi pilihan salah satu portofolio investasi.

Aakar menjelaskan, dalam memberikan rekomendasi saham untuk investasi, Jouska selalu memberikan beberapa saham yang menjadi pilihan.

"Kenapa LUCK? Kami memilih beli itu misal LUCK itu lagi uptrend atau dalam tren menguat kala itu di 2019. Saham yang lagi uptrend kenapa tidak untuk direkomendasikan, kemudian sampai Mei (2019) itu mereka masih bagi dividen. Dan kami tidak merekomendasikan investasi bodong. Saham yang ada di BEI itu legal untuk dijual dan dibeli," kata Aakar.