Anak Buah Anies Jelaskan Alasan DKI Belum Larang Pemakaian Air Tanah Sampai Saat Ini
Rapat bersama Kepala Dinas Sumber Daya Air Yusmada Faizal dengan Komisi D DPRD DKI (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Jakarta diprediksi tenggelam pada sepuluh tahun mendatang. Pelarangan penyedotan air tanah mulai didesak sejumlah pihak. Namun, Kepala Dinas Sumber Daya Air Yusmada Faizal menjelaskan alasan Pemprov DKI belum mengeluarkan aturan larangan penyedotan air tanah.

Dalam rapat bersama Komisi D DPRD DKI, Yusmada menjelaskan saat ini sistem perpipaan air bersih di Jakarta belum menjangkau seluruh wilayah. Sehingga, jika penyedotan air tanah dilarang, maka akan menimbulkan kelangkaan air.

"Coverage pengadaan air pipa kita baru 64 persen, itu kan tidak pantas lah kalau kita melarang air tanah," kata Yusmada di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 5 Oktober.

Namun, untuk membatasi penyedotan air tanah secara besar-besaran khususnya pada penggunaan komersial, Pemprov DKI menggunakan mekanisme pajak air tanah.

Hal ini diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

"Sudah diatur di Perda Nomor 10 Tahun 1998, melakukan pengendalian air tanah dengan mekanisme pajak air tanah. Itu dalam kerangka kita mengontrol air tanah, terutama air tanah dalam yang komersial," jelas Yusmada.

Selain itu, Pemprov DKI juga sedang mempersiapkan regulasi yang mengatur zona bebas air tanah. Zona ini ditetapkan pada wilayah yang sudah terjangkau layanan perpipaan.

"Area-area yang sudah dilayani perpipaan sudah cukup wajib kita melakukan pelarangan air tanah. Zona bebas air tanah sedang disiapkan peraturan gubernurnya," tuturnya.

Sebagai informasi, prediksi Jakarta tenggelam pernah dikemukakan Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Biden menyebut salah satu dampak dari perubahan iklim adalah kenaikan permukaan air laut.

Ia memproyeksikan jika permukaan air laut naik 2,5 kaki atau 7,6 cm saja, makan bakal ada jutaan orang di dunia yang harus mengungsi dari tempat tinggalnya.

Bila proyeksi itu benar, maka Indonesia harus membayar mahal dengan segera memindahkan Ibu Kota Jakarta. Sebab, Jakarta menjadi ibu kota yang paling berisiko tenggelam dalam 20 tahun mendatang.

"Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air? Itu penting. Ini adalah pertanyaan strategis sekaligus pertanyaan lingkungan," kata Biden dalam pidatonya di Kantor Direktur Intelijen Nasional AS, 27 Juli lalu.