Bagikan:

JAKARTA - Pengacara Yusril Ihza Mahendra angkat bicara terkait tudingan menerima bayaran Rp100 miliar untuk menjadi kuasa hukum empat kader Partai Demokrat yang dipecat oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Ketimbang mengeluarkan tudingan semacam itu, menurut Yusril, Partai Demokrat kubu AHY dapat menghormati proses hukum yang berjalan. Sebagai informasi, pengacara yang juga pakar hukum tata negara itu menjadi kuasa hukum untuk mengajukan judicial review terhadap anggaran dasar dan anggran rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA).

"Ini kan Partai Demokrat, seharusnya menjunjung tinggi demokrasi. Masa terus bilang Yusril dibayar Rp100 miliar, begitu begini. Jadi nggak akademik intelektual sama sekali," kata Yusril seperti dikutip dari diskusi daring di YouTube, Senin, 4 Oktober.

"Jadi (kalau, red) kata Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tuh 'saya prihatin', ya saya prihatinlah dengar ada yang bicara seperti itu. Jangankan Pak SBY, saya saja prihatin dengan cara-cara menanggapi seperti itu," imbuhnya.

Yusril mengatakan keterlibatannya di tengah polemik ini bukan menjadi pengalaman pertamanya mengurusi konflik di internal partai politik. Dia sudah pernah diminta untuk menjadi kuasa hukum politisi senior Partai Golkar Aburizal Bakrie yang bermasalah hukum dengan Agung Laksono.

Selain itu, Yusril juga mengaku pernah menjadi kuasa hukum Djan Faridz untuk menghadapi Romahurmuzy saat ada konflik internal di PPP.

Sehingga, dia berpesan agar Partai Demokrat pimpinan AHY sebaiknya melawan di pengadilan ketimbang menyampaikan tudingan-tudingan tertentu termasuk jika dirinya menerima uang Rp100 miliar.

Menurutnya, isu tersebut sangat tidak substansial dengan kasus yang dibahas. Dia mengatakan, MA juga tidak akan peduli dengan isu-isu seperti itu.

"Ini saran saya saja bukan ngajarin, ya, kepada Partai Demokrat siap-siap dia hadapi argumen di MA. Bukan bikin isu-isu Yusril dibayar Rp100 miliar segala macam," tegas Yusril.

MA, sambungnya, tak akan peduli dengan lemparan isu berapa bayaran pengacara dalam mendampingi seseorang dalam persidangan. "Omongan seperti itu kalau ditanggapi bikin repot. Jadi saya pikir biarin ajalah, nggak usah di tanggapi. Kalau saya bilang tidak, orang nggak percaya. Kalau saya bilang iya, orang juga orang nggak percaya," kata Yusril.

"Berapa dia dibayar, itu tergantung kesepakatan. Mau Rp1 miliar, mau Rp2 miliar, Rp100 miliar, mau gratis boleh aja. Semua itu halalan thoyyiban. Halal dan thoyib. Komisi kok dipersoalkan, rejeki orang kok dipersoalkan," tambahnya.

Isu bayaran Rp100 miliar ini dilontarkan oleh Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani. Ia mengatakan sikap Yusril yang mengajukan permohonan JR AD/ART Partai Demokrat ke MA sebagai perbuatan tercemar.

Bahkan, Kamhar menuding Yusril mau melakukannya karena dibayar uang dan meminta tambangnya diamankan karena beroperasi tanpa izin. Sehingga, apa yang dilakukan pengacara itu bukanlah murni sebagai negarawan.

"Niat Yusril yang telah tercemar, tampil ala negarawan yang memperjuangkan demokrasi, namun yang justru terbaca publik dan ramai di media massa serta media sosial bahwa ini motifnya adalah bayaran Rp100 milyar dan pengamanan tambang batubaranya yang telah beroperasi tanpa izin yang memadai di Penajam Paser Utara lokasi Ibu Kota Negara yang baru," ungkap Kamhar.

"Belum lagi ada pemasalahan pajak perusahaan tambang miliknya di Lampung Selatan yang membayar pajak melalui oknum," ujarnya lagi.