Tanggapi Pemberhentian Novel Baswedan dkk, Saut Situmorang: Ada Ketidakpastian Tapi Sayang Presidennya Diam
DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan diam saja terhadap nasib Novel Baswedan dkk resmi diberhentikan hari ini akibat gagal Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Saut bahkan menganalogikan ketidakpastian yang dialami 58 pegawai KPK di tangan Presiden Jokowi lebih buruk dari ketidakpastian yang ada saat ini. Sehingga, ia menyayangkan sikap diam eks Gubernur DKI Jakarta tersebut.

"Sebagaimana ketidakpastian yang ada di republik ini tapi sayangnya presidennya hanya diam dan bilang itu bukan urusan saya," kata Saut dalam orasi pascapemberhentian 58 pegawai KPK di Kantor Dewan Pengawas KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 30 September.

Padahal korupsi dan penanangan di bidang hukum adalah salah satu bagian dari kerja seorang Presiden selaku kepala negara. Sehingga, sikap Jokowi saat ini justru menimbulkan pertanyaan.

"Itu urusan siapa pemberantasan korupsi? Itu dipegang oleh presiden. Jadi kalau dia bilang ini bukan urusan saya, lantas urusanmu apa? Kan begitu," tegasnya.

Saut juga menyatakan bohong besar jika ada seseorang atau pejabat publik yang mengatakan bahwa KPK baik-baik saja. Sebab, yang terjadi saat ini justru sebaliknya.

"Kalau ada yang bilang bahwa pemberantasan korupsi hari ini berjalan pada jalan yang benar, orang itu pasti bohong besar. Nyatanya perilaku-perilaku di bawah saat ini sampai ke atas sampai saat ini masih kita lihat," ungkap Saut.

"Kemudian ada orang-orang baik dari 70 lebih berupaya berbuat baik, meluruskan jalan-jalan yang tidak benar itu, kemudian dia mengalami nasib yang sama," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, 58 pegawai dinyatakan tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 per akhir September mendatang. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.

KPK berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil Asesmen TWK mereka. Tak hanya itu, KPK juga memastikan para pegawai telah diberikan kesempatan yang sama meski mereka telah melewati batas usia atau pernah berhenti menjadi ASN.

Hanya saja, keputusan itu menimbulkan polemik mengingat ditemukannya sejumlah maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses TWK oleh Ombudsman RI. Tak hanya itu, Komnas HAM juga menemukan adanya pelanggaran 11 hak para pegawai.

Sehingga, hal ini menjadi polemik karena KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak mau menindaklanjuti tindakan korektif maupun rekomendasi yang masing-masing dikeluarkan oleh Ombudsman RI dan Komnas HAM.

Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga diam saja terhadap rekomendasi yang telah diberikan dua lembaga itu dan berdalih tak ingin ditarik dalam masalah kelembagaan.