Bagikan:

JAKARTA - Buntut dari penerbitan surat jalan dan red notice buronan Djoko Tjandra, tiga Jenderal Polri dicopot dari jabatannya. Ketiganya diduga terlibat secara langsung maupun tidak pada persoalan tersebut. Mereka adalah Brigjen Prasetyo Utomo, Brigjen Nugroho Wibowo, dan Irjen Napoleon Bonaparte

Untuk Brigjen Prasetyo diduga merupakan dalang dari penerbitan surat jalan Djoko Tjandra. Surat dengan nomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas, diterbitakan tertanggal 18 Juni 2020 dan digunakan untuk perjalanan ke Pontianak, Kalimantan Barat dari Jakarta pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020.

Kemudian, Brigjen Nugroho diduga melanggar kode etik karena menerbitkan surat penyampaian masa berlaku red notice Djoko Tjandra. Sedangkan Irjen Napoleon melanggar kode etik karena lalai mengawasi anggotanya.

Dugaan keterlibatan jenderal besar dalam kasus Djoko Tjandra tentu jadi persoalan serius bagi Polri. Peneliti Institute for Security and Strategic Studies bidang Kepolisian, Bambang Rukminto menunyebut, Institusi Polri harus segera membongkar pihak lainnya yang diduga ikut terlibat

"Indikasi ke arah sana (keterlibatan Jenderal lain), karena kejahatan korupsi selalu dilakukan bukan oleh aktor tunggal. Makanya pengusutan harus dilakukan sampai tuntas dan transparan," ucap Bambang kepada VOI, Minggu, 19 Juli.

Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan memeriksa para Jenderal tersebut. Tetapi, pengungkapan dugaan keterlibatan lainnya juga bisa dilakukan dengan menangkap Djoko Tjandra. Sebab, pria yang sudah berstatus buron selama bertahun-tahun itu merupakan saksi kunci dari keterlibatan pihak lain.

"Usut tuntas dan kembali fokus menangkap Djoko Tjandra. Selain sebagau DPO, saat ini dia juga saksi kunci dari kasus yang melbiatkan para jenderal itu," tegas Bambang.

Lebih jauh, jika nantinya perkara ini bisa terungkap secara tuntas, citra Polri di masyarakat akan kembali pulih. Sebab, dengan adanya keterlibatan para petinggi Polri, rasa ketidakpercaraan masyarakat saat ini begitu tinggi.

"(Penindakan) tegas dan transparan. Kepercayaan kepada Polri harus dibangun dengan transparansi dan konsistensi pada penegakan hukum bagi anggotanya juga," pungkas Bambang.

Sekadar informasi, Djoko Tjandra merupakan buronan kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Selain itu, Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara terjadap Djoko Tjandra dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.