JAKARTA - Universitas-universitas besar Jepang termasuk yang memiliki hubungan dekat dengan China bergerak untuk memperketat pemeriksaan latar belakang mahasiswa asing yang ingin mempelajari teknologi sipil-militer, menurut survei.
Mengutip Kyodo News 24 September, langkah ini merupakan bagian dari upaya mereka menjaga informasi sensitf agar tidak ditransfer keluar dari Jepang. Ini seiring dengan pengumuman pemerintah Perdana Menteri Yoshihide Suga pada Juni lalu, untuk memperketat kontrol atas ekspor teknologi yang dapat digunakan untuk tujuan militer.
Di bawah ketentuan tersebut, siswa asing yang berada di bawah pengruh kuat pemerintahnya, harus mendapatkan persetujuan Kementerian Perindustrian untuk mengerjakan penelitian semacam itu.
Survei tersebut mengumpulkan tanggapan dari 56 universitas, termasuk universitas yang memiliki perjanjian pertukaran pelajar dengan universitas China yang dikenal sebagai 'Seven Sons of National Defense', yang memiliki hubungan dekat dengan industri pertahanan China.
Dari universitas yang telah disurvei, 31 mengatakan mereka telah memperketat pemeriksaan latar belakang siswa atau berencana untuk melakukannya.
Mereka sudah mulai memeriksa dengan sekolah tentang siswa asing mana yang telah bersekolah dan perusahaan tempat mereka bekerja. Beberapa universitas bertanya kepada siswa, apakah mereka ingin mencari pekerjaan yang berhubungan dengan militer, sementara yang lain meminta rincian tentang dana penelitian yang diterima siswa.
Sebelumnya, banyak universitas hanya menanyakan sekolah terakhir yang diikuti siswa bersangkutan. Hingga Mei tahun lalu, ada sekitar 280.000 mahasiswa asing di Jepang, dengan lebih dari 40 persen di antaranya berasal dari China.
Jepang saat ini tidak memiliki aturan ketat tentang penelitian oleh mahasiswa dan peneliti asing, tentang apa yang disebut teknologi penggunaan ganda dengan aplikasi militer seperti kecerdasan buatan.
BACA JUGA:
"Selama universitas Jepang mengandalkan resume mahasiswa untuk pemeriksaan latar belakang, pemerintah perlu melakukan penyaringan yang lebih ketat terhadap mahasiswa asing," sebut Mikihito Kano, profesor Universitas Mie yang berspesialisasi dalam manajemen kekayaan intelektual.