Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa lima orang saksi, di mana tiga di antaranya berstatus mahasiswa. Mereka diperiksa terkait dugaan korupsi pengadaan tanah Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta.

Kelima saksi tersebut akan diperiksa untuk melengkapi berkas tersangka Rudy Hartono Iskandar yang merupakan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur.

"Kelima saksi diperiksa untuk tersangka RHI terkait tindak pidana korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur tahun 2019," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 28 September.

Adapun ketiga mahasiswa yang dipanggil untuk diperiksa penyidik adalah Noviani, Dini Mardianah, dan Okke Soedrajat. Sementara dua orang lainnya berasal dari pihak swasta yaitu H. Hendra Roza Putera dan Ali Kusmargono Jati.

Belum diketahui materi pemeriksaan para saksi tersebut. Namun, sejak awal KPK memastikan mereka yang dipanggil adalah pihak yang diduga mengetahui tindak rasuah yang dilakukan para tersangka.

Sebelumnya, penyidik juga memeriksa Kasubbid Pelaporan Arus Kas BPKD DKI Jakarta Sudrajat Kuswara sebagai saksi. Ia juga diperiksa untuk melengkapi berkas milik Rudi Hartono.

Hanya saja, KPK belum memaparkan lebih jauh apa saja yang digali dalam pemeriksaan pada Senin, 27 September kemarin.

Kemudian KPK juga sudah memeriksa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetya Edi Marsudi. Keduanya diperiksa sebebagai saksi.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, KPK telah menetapkan empat tersangka yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.

Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.

Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.

Akibat dugaan korupsi ini, negara diperkirakan merugi hingga Rp152,5 miliar. Para tersangka diduga menggunakan uang ini untuk membiayai kebutuhan pribadi mereka.