KPK Buka Peluang Panggil Anies Baswedan terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah di DKI
KPK (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. 

Salah satu pihak yang berpeluang dipanggil sebagai saksi adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Pemanggilan terhadap Anies, kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri, mungkin dilakukan. Asalkan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menjadi pihak yang mengetahui dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

"Saya kira siapa pun saksi yang melihat, yang merasakan, kemudian mengetahui peristiwa ini kan tentu (akan dipanggil, red) nantinya," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 15 Maret.

Apalagi, saat ini sudah ada sejumlah saksi diperiksa terkait kasus ini. Sehingga, jika ada pengembangan lebih lanjut, Ali mengatakan, penyidik akan melakukan pemanggilan terhadap para saksi lainnya untuk memperkuat pasal yang disangkakan dalam kasus ini yaitu Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

"Dari situ akan dikembangkan lebih lanjut siapa saksi-saksi yang akan dipanggil untuk memperkuat pembuktian pasal-pasal yang dipersangkakan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK saat ini memang tengah mengusut kasus korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Tanah ini, nantinya bakal digunakan untuk membangun rumah dengan down payment atau DP Rp0 yang merupakan program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Meski belum diumumkan, berdasarkan surat panggilan seorang saksi, dalam perkara ini ada empat tersangka yang sudah ditetapkan oleh KPK. Tersangka pertama adalah Direktur Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, yang kini sudah dinonaktifkan dari jabatannya.

Selain itu, KPK juga menetapkan dua pihak swasta Anja Runtuwene, dan Tommy Ardian sebagai tersangka. Tak hanya itu, komisi antirasuah ini juga menetapkan korporasi yakni PT Adonara Propertindo.

Empat tersangka, termasuk pihak korporasi tersebut, disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ajay 1 ke-1 KUHP.

Perihal empat tersangka ini, KPK masih belum angkat bicara. Sebab, sejak awal mereka menyampaikan, detail kasus dan tersangka saat proses penangkapan maupun penahanan para tersangka telah dilakukan.