Pihak Oposisi Hong Kong Terancam Langgar UU Keamanan Nasional Baru
Ilustrasi pemberlakuan UU Keamanan Nasional baru di Hong Kong (Chromatograp/unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pihak oposisi Hong Kong telah menggelar proses pemungutan suara, dalam pemilihan pendahuluan bagi kandidat dari partai demokrasi yang akan berkompetisi di pemilu legislatif, pada September mendatang. Pemilihan pendahuluan itu dilakukan di bawah bayang-bayang dari undang-undang keamanan nasional yang baru diberlakukan oleh pemerintah pusat China. 

Melansir Reuters, Selasa 14 Juli, berdasarkan hasil dari pemilihan pendahuluan yang dilakukan pada akhir pekan lalu itu menunjukkan sekelompok demokrat muda, atau "lokalis", mendapat dukungan terbanyak dengan meraih lebih dari 600.000 suara. Hasil tersebut juga mencerminkan kemungkinan adanya perubahan penjagaan yang lebih radikal pihak berwenang China. 

Banyak pengamat melihat pemilihan tersebut sebagai protes simbolis menentang hukum keamanan baru. UU Keamanan Nasional diketahui sabfat keras karena dapat menghukum apa yang dianggap China sebagai subversi, pemisahan diri, terorisme, dan kolusi dengan kelompok asing. 

"Tujuan penyelenggara yaitu Benny Tai dan kubu oposisi adalah untuk merebut kekuasaan Hong Kong dan melaksanakan revolusi versi Hong Kong," kata juru bicara Kantor Penghubung dalam pernyataan sebelum tengah malam pada hari Senin.

Kepala Kantor Penghubung China di Hong Kong Luo Huining, mengatakan akan mengawasi pelaksanaan UU Keamanan Nasional yang kontroversial sebaik mungkin. Hal tersebut menandakan agen keamanan China daratan secara resmi dapat menegakkan hukum di Hong Kong. 

Para pengkritik hukum khawatir UU Keamanan Nasional akan menghancurkan kebebasan yang dijanjikan ke Hong Kong ketika kembali ke pemerintahan China pada 1997. Sementara para pendukung UU tersebut mengatakan justru UU tersebut akan membawa stabilitas Hong Kong setelah setahun penuh dengan protes anti-pemerintah yang keras.

UU Keamanan Nasional mendapat kecaman dari negara-negara Barat. Uni Eropa mengatakan bahwa pihaknya sedang berupaya untuk menghukum China karena tindakan tersebut, termasuk kemungkinan peninjauan kembali terhadap perjanjian 'ekstradisi' pemerintah Eropa dan menawarkan lebih banyak visa kepada warga negara Hong Kong. 

Sementara Inggris dan Kanada memperingatkan warga negaranya atas risiko penahanan sewenang-wenang di Hong Kong dan kemungkinan ekstradisi ke China. Australia juga menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong dan menawarkan warga Hong Kong yang merupakan pelajar, lulusan, dan pekerja di Australia visa sementara kesempatan untuk tinggal dan bekerja.