Bagikan:

JAKARTA - Swedia mendukung upaya Prancis dan Jerman memberi reaksi kuat terhadap Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional yang diterapkan oleh China di Hong Kong. Sebelumnya, Denmark dan Belanda juga telah mendorong Uni Eropa untuk mempertimbangkan tindak pencegahan terhadap China.

Melansir Reuters, Senin, 13 Juli, seperti banyak negara barat lainnya, Uni Eropa telah mengecam keputusan parlemen China untuk mengeluarkan UU Keamanan Nasional terhadap daerah bekas jajahan Inggris tersebut. Meski ada protes internasional, namun ancaman apa yang akan dilakukan masih tidak jelas.

"Ada proposal langkah-langkah khusus yang diusulkan oleh Jerman dan Prancis yang akan saya dukung karena kita perlu bereaksi terhadap apa yang terjadi di Hong Kong," kata Menteri Luar Negeri Swedia Anne Linde mengatakan sebelum pertemuan langka secara pribadi dengan rekan-rekan Uni Eropa di Brussels.

Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen, bulan lalu memeringatkan "konsekuensi yang sangat negatif" bagi China jika membatasi jaminan kebebasan di Hong Kong. Para pejabat Uni Eropa juga menolak merinci langkah-langkah apa yang akan dilakukan, tetapi dua diplomat Uni Eropa mengatakan mereka tidak memberikan sanksi formal terhadap China, mitra dagang terbesar kedua blok itu.

Sebagai gantinya, mereka mensyaratkan perpanjangan larangan ekspor Uni Eropa pada peralatan yang dapat digunakan untuk penyiksaan yang represif, seperti tongkat berduri atau peluru karet. Mereka juga akan memberi aktivis Hong Kong status pengungsi jangka panjang di blok tersebut dan mendukung lebih banyak kesempatan bagi siswa Hong Kong untuk belajar di Eropa.

Hubungan Swedia dan China

Swedia sedang berusaha membebaskan warganya, Gui Minhai, yang tengah berada di balik jeruji China. Pengadilan China menjatuhkan hukuman sepuluh tahun penjara bagi Gui Minhai karena dianggap mendukung intelijen dari luar negeri. Hal tersebut memperdalam ketegangan diplomatik ketika Swedia menuntut agar China membebaskannya.

Gui Minhai seorang penjual buku yang sebelumnya berbasis di Hong Kong, menjual buku-buku yang kritis terhadap kepemimpinan politik China. Ia ditahan oleh polisi China daratan pada 2018. Ia ditangkap ketika bersama dengan para diplomat Swedia saat berada di kereta api menuju Beijing.

Karena Gui dinyatakan bersalah, ia akan dilucuti dari hak-hak politik selama lima tahun di samping masa tahanannya. Pernyataan singkat mengatakan Gui mengaku bersalah dan tidak akan mengajukan banding terhadap kasusnya.

Gui Minhai adalah satu dari lima orang yang menghilang pada 2015. Kasus tersebut berdesir di seluruh Hong Kong, memicu kekhawatiran tentang cengkeraman China yang semakin meningkat atas industri penerbitan. Padahal Hong Kong telah lama menikmati kebebasan yang diberikan di bawah kerangka “satu negara, dua sistem."

Pihak berwenang pada awalnya mengatakan Gui telah ditahan karena melakukan operasi bisnis ilegal. "Kita semua tahu meskipun pemerintah mengubah tuntutan, alasan sebenarnya untuk Gui adalah bahwa dia telah menerbitkan buku-buku yang kritis terhadap kepemimpinan China," kata Yaqiu Wang, peneliti China untuk Human Rights Watch.