Bagaimana China Manfaatkan Media Sosial untuk Bersatu dengan Taiwan
Demonstran Hong Kong menyerang gambar Xi Jinping (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - COVID-19 tak menghalangi China melancarkan agenda penyatuan kembali dengan Taiwan. Otoritas di China daratan memanfaatkan teknologi dunia maya untuk mengampanyekan agenda itu. Siaran langsung, video konferensi, hingga kompetisi pembuatan video dilakukan.

Melansir Reuters, Jumat, 10 Juli, China tengah berupaya secara intensif memenangi hati dan pikiran masyarakat di Taiwan. Taiwan yang demokratis diketahui memberikan dukungan luas untuk para peserta antipemerintah dan oposisi di Hong Kong yang tengah menghadapi ketidakadilan Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional.

Taiwan adalah masalah teritorial China yang paling sensitif. Pemerintah China mengklaim pulau yang memiliki pemerintahannya sendiri itu adalah bagian dari China. Tidak segan, mereka akan menguasai Taiwan secara paksa jika perlu.

Banyak orang Taiwan lalu menelusuri nenek moyang mereka ke China daratan, hingga melihat kesamaan budaya dengan orang China. Namun, setelah melakukan penelusuran, sebagian besar masyarakat Taiwan tidak ingin diperintah oleh China yang otokratis.

China telah lama berusaha untuk menang atas Taiwan, di mana pasukan Nasionalis yang kalah melarikan diri pada 1949 di akhir perang saudara China. China kerap memberikan program musim panas dengan harga murah untuk anak muda Taiwan.

Mereka juga memberikan tur untuk menunjukkan akar dan skema lain yang mendorong pesan bahwa Taiwan akan lebih baik di bawah pemerintahan China. Warga Taiwan diminta tak khawatir dengan agenda penyatuan itu.

Media sosial

Dengan perjalanan normal yang ditangguhkan, China kini beralih ke internet untuk melanjutkan kampanye ini. Pada Juni, banyak keluarga Taiwan bergabung dengan gala yang diselenggarakan di Kota Fuzhou, China Selatan.

Mereka melakukannya melalui video call untuk merayakan Festival Perahu Naga tradisional. Media pemerintah China menggambarkan acara itu sebagai upaya meningkatkan "identitas leluhur pemuda Taiwan" dan "mengungkapkan keinginan untuk cinta abadi di Selat Taiwan."

Kontes pembuatan video bertemakan "memecah hambatan yang diciptakan oleh virus" sekarang sedang diiklankan kepada siswa sekolah menengah di Taiwan. "Epidemi telah memotong gunung-gunung dari laut, tetapi tidak dapat memotong kerinduan untuk pulang," tertulis dalam sebuah poster pada kompetisi yang diselenggarakan bersama oleh kelompok pemuda Partai Komunis China yang berbasis di Provinsi Fujian. 

Tanggapan Taiwan

Sebuah laporan keamanan internal mengatakan langkah itu membuat otoritas Taiwan semakin sulit melakukan pelacakan tentang siapa saja yang terlibat dalam kampanye tersebut. Laporan lain juga menyebut platform media sosial, termasuk TikTok dan Instagram telah digunakan untuk "memikat interaksi" China dengan pemuda Taiwan.

Jika kampanye itu terus berlanjut dapat membawa Taiwan ke dalam krisis keamanan nasional baru. "Mereka telah diinstruksikan untuk memperluas upaya siaran langsung dan konferensi video," kata seorang pejabat keamanan Taiwan yang menyelidiki masalah tersebut. "Mereka ingin meningkatkan kesan baik terhadap China."

Para pejabat keamanan mengatakan kampanye virtual itu diprakarsai oleh agen-agen China, termasuk Kantor Urusan Taiwan dan Departemen Front Pekerjaan. Mereka bertugas mengkooptasi orang-orang China dan non-komunis yang berada di luar negeri.

Meski demikian, langkah-langkah daring kemungkinan tidak seefektif pertemuan fisik. Namun cara dengan tatap muka kemungkinan besar akan segera dimulai China setelah izin perjalanan kembali dibuka.

"Lebih sulit meyakinkan orang tanpa benar-benar melihat apa yang ditawarkan," kata seorang pejabat keamanan lainnya.

Sekitar 27 persen orang di Taiwan mendukung kemerdekaan formal Taiwan. Angka tersebut merupakan rekor tertinggi, berbeda dengan 0,7 persen yang ingin bergabung dengan China, menurut jajak pendapat oleh National Chengchi University di Taipei. Namun mayoritas orang yang disurvei lebih suka mempertahankan status quo.