Thailand Menuju Negara Asia Tenggara Pertama Legalkan Pasangan Sejenis Hidup Bersama
Ilustrasi foto (Kyle Hinkson/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kabinet Thailand menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang secara hukum akan mengakui kemitraan sipil sesama jenis. Hal itu akan menjadikan Thailand negara kedua di Asia dan negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan pasangan sesama jenis hidup bersama.

RUU ini akan memberi hak yang lebih besar kepada pasangan sesama jenis. Melansir CNN, Kamis, 8 Juli, meski tak menyebut pernikahan sesama jenis, namun RUU Kemitraan Sipil memungkinkan pasangan sesama jenis untuk secara resmi mendaftarkan serikat mereka, sebuah langkah signifikan mengingat Thailand masih terbilang konservatif.

Di bawah RUU ini pasangan sesama jenis boleh mengadopsi anak, mengklaim hak waris, dan bersama-sama mengelola aset, seperti properti. Ratchada Thanadirek, wakil juru bicara pemerintah, mengatakan RUU ini adalah tonggak sejarah bagi masyarakat Thailand.

Thailand berhasil mempromosikan kesetaraan di antara orang-orang dari semua jenis kelamin. "RUU Kemitraan Sipil adalah langkah penting bagi masyarakat Thailand dalam mempromosikan hak yang sama dan mendukung hak pasangan sesama jenis untuk membangun keluarga dan hidup sebagai mitra," katanya dalam unggahan Facebook.

RUU tersebut mendefinisikan mitra sipil sebagai pasangan yang lahir dengan jenis kelamin yang sama. Untuk mendaftar, pasangan harus berusia minimal 17 tahun dan setidaknya salah satu dari pasangan tersebut berkewarganegaraan Thailand. Mereka yang berusia di bawah 17 harus mendapat izin dari orang tua atau wali sah mereka.

Bukan pernikahan sejenis

Namun, RUU ini bukan berarti menyetujui pernikahan sesama jenis. Dan amandemen hukum yang diusulkan tidak memberi pasangan sesama jenis semua hak dan manfaat yang diberikan kepada pasangan menikah. Komunitas LGBTQ di Thailand mengatakan RUU itu tidak cukup jauh karena kemitraan sipil bukan pernikahan.

"RUU Kemitraan Sipil bukan tonggak untuk kesetaraan gender di Thailand, melainkan hambatan untuk mencapai hak pernikahan untuk semua," kata Tattep Ruangprapaikitseree, aktivis LGBTQ dan Sekretaris Jenderal organisasi pemuda progresif, Free Youth.

Tanwarin Sukkhapisit, pembuat film dan transgender pertama di parlemen di bawah Move Forward Party (MFP), menyebut RUU tersebut tidak termasuk memberikan hak untuk tunjangan pasangan, seperti pembebasan pajak, tunjangan jaminan sosial, dan hak medis.

"Mengapa tidak menyebut semua orang, baik pasangan tradisional maupun nontradisional, sebagai mitra yang sudah menikah, mengapa istilah khusus harus diberikan kepada LGBT sebagai 'mitra sipil'," kata Tanwarin.

MFP berkampanye untuk mengubah UU Perkawinan di Thailand dengan mengubah istilah 'suami dan istri' menjadi 'pasangan menikah' agar menjadi lebih inklusif dari semua identitas gender.

"Ini adalah bentuk lain diskriminasi yang menyamar," kata Tanwarin. "Kami tidak ingin sesuatu yang istimewa, kami hanya ingin diperlakukan seperti orang lain."

Draf RUU masih harus melalui dengar pendapat publik dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Thailand akan merapatkan dan memilihnya. Jika lolos RUU akan dibawa ke Senat untuk pemungutan suara lain, proses yang bisa memakan waktu berbulan-bulan.