Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mempertanyakan bentuk perlindungan negara yang dilakukan dalam menghadapi konflik di Papua.

Hal ini menanggapi kekerasan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap tenaga kesehatan di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua yang mengakibatkan gugurnya Gabriela Meilani.

"Patut dipertanyakan apa yang dilakukan oleh negara selama ini, dalam hal ini aparat Indonesia, keamanan insani tidak menjadi prioritas utama," kata Bonar dalam keterangannya, Selasa, 21 September.

Bonar menuturkan, obyek sipil dan para pekerja di sektor tersebut seharusnya mendapat perlindungan maksimal. Sebab, mereka berada di garda terdepan dalam memberikan pelayanan terhadap penduduk sipil dalam area konflik bersenjata.

"Kebutuhan dasar dan infrastruktur penunjang bagi pelayanan publik masih jauh dari memadai. Pengerahan kekuatan bersenjata lebih diutamakan ketimbang memberikan perlindungan bagi warga. Sementara, kekerasan terhadap orang asli Papua terus terjadi," ucap dia.

Namun, tak cuma itu. Bonar juga menyayangkan sikap kelompok ‎Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) yang mengabaikan perlindungan kepada warga sipil.

Bonar mempertanyakan metode TPN OPM memperjuangkan hak kemerdekaannya. Sebab, Bonar melihat TPN OPM tampaknya memiliki strategi melumpuhkan pelayanan publik agar dampaknya terjadi krisis kemanusiaan.

"Strategi semacam ini berakibat buruk dan kontra produktif. TPN OPM tidak menyadari bahwa aksi yang dilakukan dalam menyasar obyek sipil dan penduduk sipil akan menmbuat kehilangan simpati baik dari kalangan domestik, nasional maupun internasional," tutur dia.

Bagaimanapun juga, kata dia, kekerasan bersenjata siapa pelakunya dari kedua kubu tidak bisa dibenarkan. Korban sipil akan terus berjatuhan akibat siklus kekerasan.

"SETARA Institute terus tanpa hentinya menyerukan agar baik aparat keamanan Indonesia dan kelompok bersenjata TPN OPM untuk mengambil langkah-langkah peredaan ketegangan dan penghentian permusuhan sebagai tahap awal menuju penyelesaian konflik Papua yang menyeluruh," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, jenazah tenaga kesehatan bernama Gabriela Meilani baru berhasil dievakuasi Jumat, 17 September sore setelah mendapat bantuan pinjaman peralatan dari SAR Jayapura.

Ia meninggal dunia setelah terjatuh ke dalam jurang bersama sejumlah rekannya. Sebelumnya, Gabriela sempat dianiaya oleh anggota KKB.

Ada pun jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di distrik tersebut 10 orang. Di mana empat nakes yang jadi korban penganiayaan kini masih dirawat di RS Marthen Indey, Jayapura.

Keempat nakes yang masih dirawat, yakni dr. Restu Pamanggi, Katrianti Tandila, Emanuel Abi, dan Kristina Sampe Tonapa.