Bagikan:

JAKARTA – Pekerjaan normalisasi Sungai Ciliwung di Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur untuk mengatasi banjir yang kerap melanda Jakarta terus dikebut. Bahkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membebaskan rumah warga bantaran sungai yang ada di empat RW di lokasi tersebut.

Lurah Cawang Didik Diarjo mengatakan ada empat RW yang bakal dilakukan pembebasan lahan yakni RW 03, RW 12, RW 05 dan RW 08.

"Jadi kemarin kita data ada sekitar 300-an bidang tanah (warga) dari Gang Arus sampai dengan Gang Binawan. Tapi nanti akan berkembang seiring berjalannya waktu. Nanti kita lihat inventaris dari BPN sejauh mana," katanya saat dikonfirmasi, Selasa 21 September.

Lurah mengaku bahwa warga sudah mendapatkan sosialisasi adanya proyek normalisasi sungai di kawasan tersebut. Warga pun sudah mengetahuinya, sehingga tak ada warga yang menolak untuk disuruh pindah dari tempat tinggalnya.

Lebih lanjut, kata Lurah, terkait negosiasi harga tanah di sana, warga akan mendapat undangan lagi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebab, pihaknya hanya fokus pada pelayanan administrasi pembebasan lahan di empat RW tersebut.

"Dinegosiasikan harga tanah dan ini memang sudah ada daftar nominatif yang di sampaikan dari BPN dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA)," ujarnya.

Namun, kata Didiek, proses pembebasan lahan dan pengerjaan proyek normalisasi Sungai Ciliwung masih panjang. Didik berharap agar proses pembebasan lahan hingga pengerjaan proyek normalisasi bisa berjalan dengan lancar.

Sementara warga di RT 15/03, Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur mulai semakin resah terhadap informasi adanya broker atau calo tanah. Menurut informasi, para calo memasang tarif potongan fee jasa sebesar 25 persen dari total harga tanah yang dibebaskan pemerintah atas rumah warga.

Fajri selaku pengurus RT 015/03, Kelurahan Cawang mengatakan, hampir 90 persen warga di Kelurahan Cawang menolak adanya calo tanah. Karena ia menilai, pola kerja para broker atau calo tanah secara terang-terangan mendatangi satu persatu rumah warga.

Warga pun mulai resah atas kondisi ini. Selain dengan bayangan takut akan adanya gusuran rumah, kemunculan calo tanah menambah rasa cemas sejumlah warga.

"Warga di sini menolak broker (calo) itu. Yang saat ini bikin gaduh itu broker atau makelar. Info dari kelurahan belum jelas, terus tiba-tiba ada yang dateng dan mengukur, sedangkan dari kelurahan belum ada informasi lanjutan," kata Fajri kepada wartawan, Selasa 21 September.

Bahkan yang membuat warga semakin khawatir, calo tanah gusuran itu mengatakan penyelesaian secara administrasi di tengat bulan Desember 2021.

"Jadi warga di sini pada panik, kita sebagai pengurus juga bingung nih makanya kemarin ada yang datang kita tanya," katanya.

Selain adanya calo tanah gusuran, warga juga diresahkan dengan batas trase pengukuran pembebasan yang belum jelas. Karena menurut Fajri, batas trase normalisasi sungai itu terus berubah dan pindah titik trase.

"Pengukuran yang baru belum ada sosialisasi, kalau titik lama ada yang 15 meter dari bibir kali. Tapi kalau kemarin SDA bilang habis (habis semua rumah warga di RT 15/03)," ungkapnya.