Terbukti Suap Penyidik KPK, Wali Kota Nonaktif Tanjungbalai Divonis 2 Tahun Penjara
Wali Kota Tanjungbalai nonaktif Syahrial/DOK KPK

Bagikan:

MEDAN - Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial divonis 2 tahun penjara. Syahrial terbukti bersalah menyuap penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju sebesar Rp1,6 miliar. 

Dalam sidang yang berlangsung virtual di ruang Cakra II Pengadilan Negeri Medan, majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim Lubis juga menghukum terdakwa Syahrial dengan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.

Majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dakwaan alternatif kedua penuntut umum yakni Pasal Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

"Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua Jaksa Penuntut Umum," kata As'ad dalam persidangan, Senin, 20 September. 

Ada pun hal yang memberatkan sebut hakim, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang saat ini tengah gencar memberantas tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan, terdakwa kooperatif dan terdakwa tulang punggung keluarga," ujar majelis hakim.

Menyikapi putusan ini, terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menyatakan pikir-pikir. 

Sebelumnya, JPU dari KPK menuntut Syahrial dengan hukuman tiga tahun penjara serta denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan.

Syahrial didakwa melakukan penyuapan terhadap seorang penyidik KPK Stepanus Robinson Pattuju sebesar Rp1,6 miliar.

Perkenalan Syahrial dengan Stephanus berawal pada Oktober 2020. Saat itu Syahrial yang merupakan kader dari Partai Golkar berkunjung ke rumah dinas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Pertemuan itu membicarakan hal Pilkada yang akan diikuti oleh Syahrial di Kota Tanjungbalai.

Kemudian, Azis Syamsuddin menyampaikan kepada Syahrial akan mengenalkan dengan seseorang yang dapat membantu memantau dalam proses keikutsertaan terdakwa dalam Pilkada Tanjungbalai.

Setelah terdakwa setuju, Azis Syamsuddin kemudian mengenalkan Stepanus Robinson Pattuju yang merupakan seorang penyidik KPK kepada terdakwa.

Syahrial menyampaikan kepada Stepanus Robinson Pattuju akan mengikuti Pilkada periode kedua tahun 2021-2026. Namun, ada informasi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai dan informasi perkara jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK.

Karenanya, terdakwa meminta Stepanus Robinson Pattuju supaya membantu tidak menaikkan proses penyidikan perkara jual beli jabatan di Pemkot Tanjung Balai yang melibatkan Syahrial agar proses Pilkada yang akan diikuti olehnya tidak bermasalah.

Robinson Pattuju bersedia membantu Syahrial. Kemudian, Stepanus Robinson Pattuju menelepon rekannya yakni Maskur Husain yang diketahui seorang advokat.

Dia menyampaikan persoalan yang diadukan terdakwa kepada Maskur. Lalu, Maskur menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp1,5 miliar. Permintaan itu disetujui Stepanus Robinson Pattuju untuk disampaikan kepada terdakwa.

Kemudian, Syahrial pun menyanggupi permintaan itu dan mengirimkan uang secara bertahap melalui rekening atas nama Riefka Amalia. Total pengiriman melalui rekening itu mencapai Rp1.475.000.000.

Selain pemberian uang secara transfer yang dilakukan oleh terdakwa. Terdakwa pada 25 Desember 2020 berlanjut menyerahkan uang tunai kepada Stepanus sejumlah Rp210 juta.

Selanjutnya pada awal Maret 2021, Syahrial menyerahkan uang senilai Rp10 juta di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara, sehingga jumlah seluruhnya yang disetor Syahrial kepada Stephanus sebesar Rp1.695.000.000.

Terbaru, KPK juga telah menetapkan Syahrial dan Sekda Tanjungbalai Yusmada sebagai tersangka dalam kasus jual beli jabatan.