MEDAN - Wali Kota Tanjungbalai nonaktif, Muhammad Syahrial dituntut 3 tahun penjara. Syahrial dinilai jaksa pada KPK terbukti melakukan tindak pidana korupsi yakni menyuap penyidik KPK.
Tuntutan terhadap eks Ketua DPD Partai Golkar Tanjungbalai itu disampaikan jaksa pada KPK dalam sidang secara virtual di ruang Cakra III, Pengadilan Negeri Medan, Senin, 30 Agustus.
"Meminta kepada majelis hakim yang menangani perkara ini, satu menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berkelanjutan sebagaimana dakwaan alternatif kedua penuntut umum," sebut JPU Agus Prasetya Rahardja.
Selain hukuman pidana penjara, penuntut umum KPK juga meminta agar majelis hakim memberikan hukuman denda sebesar Rp150 juta kepada terdakwa dengan subsider 6 bulan kurungan.
Ada pun pertimbangan penuntut umum menyampaikan tuntutan ini antara lain perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang gencar mewujudkan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Sedangkan pertimbangan yang meringankan terdakwa bersikap sopan selama persidangan. Terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengungkap Pelaku lain, terdakwa belum pernah dihukum," kata JPU.
Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim Lubis memberikan waktu sepekan untuk terdakwa Syahrial dan kuasa hukumnya untuk mengajukan pembelaan.
Sebelumnya, dalam dakwaan disebutkan Syahrial memberi suap penyidik KPK, Stepanus Robinson Pattuju sebesar Rp1,6 miliar. Perbuatan Syahrial berawal sekitar Oktober Tahun 2020.
Saat itu Syahrial berkunjung ke rumah dinas Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin. Pada pertemuan itu terdakwa dan Azis Syamsudin membicarakan mengenai Pilkada serentak Tahun 2020 yang akan diikuti oleh terdakwa di Kota Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya, Syahrial mengeluhkan kasus yang tengah ditangani KPK di Tanjungbalai ke Azis Syamsudin. Kemudian Aziz Syamsudin menyampaikan akan mengenalkan terdakwa dengan seseorang yang dapat membantu memantau proses keikutsertaan terdakwa di Pilkada tersebut.
"Setelah terdakwa setuju, kemudian Azis Syamsudin mengenalkan Stepanus Robinson Pattuju yang merupakan seorang penyidik KPK kepada terdakwa," ucap JPU Budi dalam persidangan sebelumnya.
Dalam perkenalan tersebut, terdakwa menyampaikan kepada Stepanus Robinson Pattuju akan mengikuti Pilkada Tanjungbalai periode kedua. Namun ada laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai dan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota (Pemko) Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK.
Terdakwa meminta Stepanus Robinson Pattuju supaya membantu tidak menaikkan proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemko Tanjungbalai yang melibatkan terdakwa ke tingkat penyidikan agar proses Pilkada yang akan diikuti oleh terdakwa tidak bermasalah.
"Atas permintaan terdakwa tersebut, Stepanus Robinson Pattuju bersedia membantu dan saling bertukar nomor telepon. Kemudian, Stepanus Robinson Pattuju menelpon rekannya Maskur Husain seorang advokat," ujar Penuntut Umum KPK di hadapan majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim Lubis.
Stepanus lalu menyampaikan persoalan yang diadukan terdakwa Syahrial kepada Maskur. Maskur menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan terdakwa memberi dana sebesar Rp1,5 miliar. Permintaan ini disetujui Stepanus Robinson Pattuju untuk disampaikan kepada terdakwa.
BACA JUGA:
Kemudian terdakwa menyanggupi permintaan ini dan mengirimkan uang secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia. Total pengiriman melalui rekening itu mencapai Rp1.475.000.000. Selain pemberian uang secara transfer, terdakwa pada 25 Desember 2020 juga menyerahkan uang tunai kepada Stepanus sejumlah Rp210.000.000.
Lalu pada awal Maret 2021, terdakwa juga menyerahkan Rp10.000.000 di Bandara Kualanamu Medan. Sehingga jumlah seluruhnya Rp1.695.000.000.
Belakangan kongkalikong itu tercium KPK. Syahrial, Stepanus Robinson Pattuju dan Maskur Husain ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.