Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan dipanggil oleh Inspektorat karena mendukung 57 pegawai yang diberhentikan pada akhir September mendatang karena gagal Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Kepala Satuan Tugas Pemberlajaran Antikorupsi KPK nonaktif, Hotman Tambunan membenarkan informasi ini. Dia mengaku mendengar ada sejumlah koleganya yang dipanggil dan diperiksa oleh pihak Inspektorat.

"Mereka saya dengar memang ada yang diperiksa inspektorat," kata Hotman saat dikonfirmasi wartawan, Senin, 20 September.

Dia menjelaskan bentuk dukungan itu sebenarnya lewat aksi solidaritas berupa mengirim surat kepada Pimpinan KPK yang dilakukan sebanyak dua kali.

"Solidaritas itu kan ada dua kali yaitu sebelum dilantik menjadi ASN, mereka kirim surat ke pimpinan agar pelantikan ditunda dan setelah keluar putusan ORI dan Komnas HAM, mereka kirim surat ke pimpinan agar melaksanakan rekomendasi," ungkap Hotman.

Lebih lanjut, ia menyayangkan pemanggilan yang dilayangkan oleh Inspektorat KPK terhadap para koleganya. Menurut Hotman, pemanggilan dan pemeriksaan harusnya dikerjakan oleh Tumpak Hatorangan Panggabean dkk sebagai Dewan Pengawas KPK.

"Jika mereka dipanggil untuk diperiksa, inspektorat enggak ada kerjaan itu," tegasnya.

Hotman juga mengatakan, Inspektorat KPK tidak bisa memosisikan diri sesuai aturan perundangan. Sebab, dalam UU disebut urusan etik insan KPK adalah kewenangan Dewas KPK.

"Undang-undang kan menyebut urusan etik itu ada di Dewas bukan di inspektorat. KPK itu unik dengan UU 19 Tahun 2019 ini dengan Dewasnya. Enggak perlu itu pemeriksaan dihadiri," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, 57 pegawai dinyatakan tak bisa lagi bekerja di KPK karena mereka tak bisa menjadi ASN sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 per akhir September mendatang. Para pegawai tersebut di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.

Komisi antirasuah berdalih ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil Asesmen TWK mereka.

Tak hanya itu, KPK juga memastikan para pegawai telah diberikan kesempatan yang sama meski mereka telah melewati batas usia atau pernah berhenti menjadi ASN.

Hanya saja, keputusan itu menimbulkan polemik mengingat ditemukannya sejumlah maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses TWK oleh Ombudsman RI. Tak hanya itu, Komnas HAM juga menemukan adanya pelanggaran 11 hak para pegawai.

Sehingga, hal ini menjadi polemik. Apalagi, KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak mau menindaklanjuti tindakan korektif maupun rekomendasi yang masing-masing dikeluarkan oleh Ombudsman RI dan Komnas HAM.