Tegas, PDIP Tak Ingin Masa Jabatan Presiden Tiga Periode
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan partainya tak menginginkan penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode atau lebih dari sepuluh tahun.

Hal ini menanggapi kembali munculnya isu penambahan masa jabatan presiden dalam amandemen Undang Undang Dasar NRI 1945. Lagipula, kata Hasto, Jokowi juga telah bersikap tak mau mendukung penambahan masa jabatannya.

"PDI Perjuangan sejak awal taat pada konstitusi dan Pak Jokowi sudah menegaskan berulang kali. Sehingga tidak ada gagasan dari PDI Perjuangan tentang jabatan presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan," kata Hasto dalam keterangannya, Sabtu, 18 September.

Hasto menjelaskan, usulan amandemen terbatas Undang-undang Dasar 1945 yang digulirkan PDIP hanya menekankan soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ia memandang, konstitusi yang saat ini sudah dibentuk dengan memuat seluruh landasan falsafah kehidupan berbangsa.

Lagipula, kata dia, PR PDIP bukanlah mempertahankan sosok pimpinan yang diusung, namun melanjutkan estafet pembangunan yang sudah ditinggalkan oleh Presiden Jokowi kelak.

"Kita punya jejak sejarah pada abad ketujuh, yaitu pembangunan Candi Borobudur. Itu dibangun seratus tahun. Kami pun menginginkan pembangunan negara berkelanjutan. Kalau dulu bisa, mengapa sekarang tidak bisa. Sekarang karena kita tidak punya haluan, maka ganti kepemimpinan, berganti juga kebijakannya," ungkap Hasto.

Sebelumnya, isu amandemen UUD 1945 kembali memanas. Bergulir kembali isu perubahan aturan masa jabatan presiden dalam amandemen.

Sementara, Presiden Joko Widodo sebelumnya sudah menyatakan tidak akan mencampuri MPR RI sama sekali soal amandemen Undang Undang dasar 1945, khususnya terhadap masa jabatan presiden.

Juru bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, menyampaikan Jokowi sudah menyatakan sikap politik untuk sejalan dengan UUD 45 yakni masa jabatan hanya dua periode.

"Presiden sudah menunjukkan sikap politik dan ini tidak mencampuri agendanya MPR. Kami hanya mengatakan sikap politik Presiden Joko Widodo Bahwa beliau setia pada Undang-Undang Dasar 45," kata Fadjroel, Sabtu, 11 September.

Fadjroel menuturkan, Jokowi tetap berpegang pada konstitusi khususnya pasal 7 UUD 1945 yang mengatakan 'Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan'.

"Beliau tegak lurus pada pasal 7 Undang Undang Dasar 45 dan kemudian beliau juga sudah mengatakan, selain 3 periode perpanjangan pun tidak," tegas Fadjroel.

"Ini sikap politik Presiden, karena kami tidak boleh mencampuri amandemen maupun agenda amandemen," tambahnya.

Kendati demikian, Fadjroel menyatakan pemerintah juga tidak bisa melarang apabila ada pihak yang mewacanakan amandemen. Ia menyebut wacana dari tiap warga negara adalah hak konstitusional.

"Ini kan hanya hak konstitusional saja kalau berwacana, itu deh yang kita pegang. Sepanjang tidak melanggar hukum, tidak melanggar peraturan undang-undang yang berlaku," pungkasnya.