Redakan Amarah, Antony Blinken Sebut Prancis Mitra Strategi AS di Indo-Pasifik
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. (Wikimedia Commons/U.S. Department of State)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menyebut Prancis sebagai mitra penting di Indo-Pasifik, komentar yang muncul bertujuan untuk menenangkan kemarahan Prancis, setelah AS, Australia dan Inggris mencapai kesepakatan untuk memasok Australia dengan kapal selam.

Ketiga negara mengatakan pada Hari Rabu bahwa mereka akan membangun kemitraan keamanan untuk Indo-Pasifik, atau aliansi AUKUS, yang di dalamnya termasuk membantu Australia memperoleh kapal selam bertenaga nuklir AS, berdampak pada gagalnya kesepakatan kapal selam yang dirancang Prancis senilai 40 miliar AS.

Prancis bereaksi dengan marah atas hilangnya kesepakatan itu, menyebutnya sebagai 'tikaman dari belakang', menyusul kritik keras yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian.

Berbicara pada konferensi pers setelah pertemuan antara AS dan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Australia di Washington, Menlu Blinken mengatakan Washington ingin menemukan setiap kesempatan untuk memperdalam kerja sama transatlantik di Indo-Pasifik, dengan Prancis sangat penting dalam melakukan itu.

"Kami bekerja sama sangat erat dengan Prancis dalam banyak prioritas bersama di Indo-Pasifik, tetapi juga di luar dunia. Kami akan terus melakukannya. Kami menempatkan nilai fundamental pada hubungan itu, pada kemitraan itu," kata Menlu Blinken, mengutip Reuters Jumat 17 September.

Dia menambahkan, pejabat AS telah berhubungan dengan rekan-rekan Prancis mereka dalam 24-48 jam terakhir untuk membahas kesepakatan, termasuk sebelum pengumuman.

Seorang pejabat Prancis yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, orang Amerika tidak memberi tahu mereka sampai pejabat Prancis melihat laporan media tentang kesepakatan itu dan menghubungi rekan-rekan mereka di AS dengan pertanyaan.

Untuk diketahui, pada tahun 2016 Australia memilih pembuat kapal Prancis Naval Group untuk membangun armada kapal selam baru senilai 40 miliar dolar AS, untuk menggantikan kapal selam Collins yang berusia lebih dari dua dekade.

Prancis menuduh Presiden AS Joe Biden menikamnya dari belakang dan bertindak seperti pendahulunya, Donald Trump, setelah Paris disingkirkan dari kesepakatan pertahanan yang menguntungkan yang telah ditandatangani dengan Australia untuk kapal selam.

"Keputusan brutal, sepihak, dan tak terduga ini mengingatkan saya pada apa yang dulu dilakukan Trump. Saya marah dan pahit. Ini tidak dilakukan di antara sekutu," kritik Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian kepada radio franceinfo.

Dua minggu lalu, Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri Australia telah menegaskan kembali kesepakatan itu ke Prancis. Sementara, Presiden Prancis Emmanuel Macron memuji kerjasama puluhan tahun di masa depan, ketika menjamu Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada Juni.

Sementara, Amerika Serikat dan sekutunya sedang mencari cara untuk melawan kekuatan dan pengaruh China yang semakin besar, khususnya pembangunan militernya, tekanan terhadap Taiwan dan pengerahan di Laut China Selatan yang diperebutkan.

Gedung Putih pada hari Kamis membela keputusan AS, menolak kritik dari China dan Prancis atas kesepakatan itu.

"Kami tidak mencari konflik dengan China," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan.

 

China mengatakan Amerika Serikat, Australia dan Inggris sangat merusak perdamaian dan stabilitas regional, seiring dengan pemberian teknologi kapal selam nuklir untuk Negeri Kangguru.

“Dalam pandangan kami, ini tentang keamanan di Indo-Pasifik,” kata Psaki. Dia bilang dia akan menyerahkannya ke Australia tentang mengapa mencari teknologi dari Amerika Serikat.

"Kami tidak melihat ini dari akhir kami sebagai perpecahan regional. Kami melihat ini sebagai area dan masalah keamanan yang ingin kami tangani bersama," pungkas Psaki.