Sukses Tewaskan Pemimpin ISIS Sahel, Prancis Targetkan Kepala Sayap Al-Qaeda di Afrika Utara
Ilustrasi ISIS (Wikimedia Commons/aharan_kotogo)

Bagikan:

JAKARTA - Sukses menewaskan pemimpin afiliasi ISIS di Afrika Barat dengan serangan pesawat tak berawak, militer Prancis berjanji akan terus memburu para pemimpin radikal untuk memulihkan stabilitas di Sahel.

Adnan Abu Walid al-Sahrawi adalah kepala Negara Islam di Sahara Besar (ISGS), sebuah kelompok radikal yang memisahkan diri dari militan lain di Mali pada tahun 2015, ketika berjanji setia kepada ISIS.

Sejak itu, gerilyawan ISGS telah menyebar ke negara tetangga Burkina Faso dan Niger, melakukan ratusan serangan mematikan terhadap warga sipil dan angkatan bersenjata, membuat wilayah yang luas di wilayah Sahel Afrika Barat yang gersang tidak dapat dikendalikan.

"Kematian Sahrawi merupakan pukulan telak bagi ISGS dan kohesinya," kata Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly kepada wartawan, mengutip Reuters 16 September.

Sahrawi telah dilacak oleh pasukan kontra-terorisme Prancis di Mali utara, dan kemudian dibunuh oleh serangan pesawat tak berawak saat mengendarai sepeda motor pada pertengahan Agustus, katanya.

Prancis memperkirakan kelompok itu bertanggung jawab atas kematian 2.000-3.000 orang, sebagian besar Muslim dan masih memiliki ratusan pejuang, meskipun Parly mengatakan kepemimpinannya sekarang kurang internasional dan lebih banyak dari suku Fulani setempat.

Sahrawi menargetkan tentara AS dalam serangan mematikan pada tahun 2017, sebut kantor Presiden Macron. Pada Agustus 2020, ia secara pribadi memerintahkan pembunuhan enam pekerja amal Prancis dan pengemudi Nigeria mereka, ungkap Prancis.

Sementara itu, Paris telah mulai membentuk kembali misi Barkhane yang berkekuatan 5.000 orang untuk memasukkan lebih banyak mitra Eropa dan awal bulan ini mulai memindahkan dari pangkalan di Mali utara.

Negeri Mode tersebut juga telah melancarkan serangan diplomatik untuk menghentikan junta Mali agar tidak menyetujui kesepakatan untuk merekrut tentara bayaran Rusia, yang menurut Paris tidak sesuai dengan kehadirannya di Mali.

Serangan terhadap Sahrawi, yang terjadi hanya dua bulan setelah kematian Abubakar Shekau, pemimpin Boko Haram Nigeria, menyusul serangan lain pada jajaran senior ISGS, yang telah dilemahkan oleh operasi yang ditargetkan baru-baru ini, menewaskan lima dari tujuh pemimpin puncaknya.

Namun, kelompok itu tetap berbahaya dan telah melakukan serangkaian serangan mematikan terhadap warga sipil, terutama di Niger, di mana jumlah korban meningkat tajam tahun ini.

"Kami tidak memiliki informasi tentang penerus pada tahap ini, tetapi mungkin tidak akan mudah untuk menemukan seorang pemimpin yang memiliki bobot yang sama dengan orang yang terbunuh," tukas Parly. 

Terpisah, Bernard Emie, kepala dinas intelijen eksternal Prancis, mengatakan kepada wartawan, sekarang akan ada peningkatan fokus untuk menetralisir Iyad Ag Ghaly, kepala sayap Al-Qaeda Afrika utara, yang kelompoknya telah melakukan operasi sporadis di sekitar Pantai Gading dan wilayah perbatasan Senegal.

"Kematian Sahrawi kemungkinan akan mengganggu operasi ISGS dalam jangka pendek," kata Alexandre Raymakers, analis senior Afrika di perusahaan intelijen risiko Verisk Maplecroft.

"Tapi itu tidak mungkin melumpuhkan kelompok ekstremis secara permanen," pungkasnya.