Istana Sebut Istilah <i>"New Normal"</i> Salah Kaprah karena Pakai Bahasa Asing
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sriphastuti mengaku bahwa istilah "new normal" yang banyak dipakai dalam pandemi COVID-19 tidak dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat. 

Penyebabnya, kata Brian, adalah penggunaan diksi berbahasa asing (Inggris). Masyarakat menganggap keadaan sudah bisa kembali seperti semula. 

"Pemahaman menggunakan 'new normal', karena ada unsur bahasa asingnya, kemudian tidak mudah dipahami dan diterjemahkan sebagai adaptasi kebiasaan baru," kata Brian dalam diskusi MNC Trijaya, Sabtu, 11 Juli.

Saat ini, perkembangan kasus COVID-19 kian meninggi. Namun, setelah masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilonggarkan dan muncul istilah "new normal", disertai dengan pembukaan kembali berbagai kegiatan ekonomi dan sosial.

Dampaknya, kewaspadaan masyarakat atas penularan COVID-19 berkurang. Banyak masyarakat yang tak lagi berada di rumah ketika berkegiatan. Restoran hingga tempat hiburan sudah banyak dikunjungi.

Penyebabnya, kata Brian, adalah ketidakpahaman bahwa ada periode saat ini merupakan periode prakondisi menuju kenormalan baru. 

Artinya, ada tahapan yang harus dipersiapkan, mulai dari pembukaan sektor publik hingga penyiapan protokol pencegahan COVID-19. 

"Orang tidak melihat kata 'new', ujug ujug ke normal. Padahal, sebelum menuju new normal, ada periode prakondisi, ada tahapan yg harus dipersiapkan," kata Brian.

"Tampaknya, prakondisi ini tidak dilakukan. Kemudian orang berpikir ini akan seperti pada saat seperti pandemi belum terjadi. Padahal, konidisinya tidak seperti itu. Kita harus menerima fakta bahwa virus ini masih ada di sekitar kita," lanjut dia.

lagi pula, kata Brian, dalam menghadapi COVID-19, PSBB masih menjadi intervensi kebijakan pemerintah yang utama, dengan kondisi pembatasan yang berbeda di tiap daerah.

"Ini disertai tahapan yang harus dilakuakan, mulai dari prakondisi kebiasaan baru dengan sosialsasi yang masif, pelibatan tokoh masyarakat, timing yang tepat pada saat kapan kegiatan sosial ekonomi dilakukan, dan konsolidasi terkait dengan situasi di daerah masing-masing," kata Brian.