JAKARTA - Kabar gembira datang dari uji coba klinik vaksin Ebola di Sierra Leone, di mana anak-anak dan orang dewasa menunjukan resmon imun yang kuat terhadap kemungkinan vaksin Ebola.
Vaksin dua dosis yang dikembangkan Johnson & Johnson ditemukan aman dan dapat ditoleransi dengan baik, menurut penelitian yang diterbitkan dalam The Lancet Infectious Diseases, mengutip Sky News 14 September.
Studi EBOVAC-Salone adalah yang pertama menguji vaksin di wilayah yang terkena wabah Ebola tahun 2014 hingga 2016, yang terburuk dalam catatan.
Ini juga yang pertama menguji vaksin pada anak-anak, sekitar 20 persen kasus dalam wabah itu terjadi pada mereka yang berusia di bawah 15 tahun, dengan anak-anak di bawah lima tahun berada pada risiko kematian yang lebih tinggi.
Sekitar 98 persen peserta uji coba menunjukkan respon antibodi 21 hari setelah dosis kedua vaksin, dan respons imun berlangsung setidaknya dua tahun pada orang dewasa.
Uji coba dua tahap dilakukan antara September 2015 dan Juli 2018. Tahap pertama melihat keamanan dan kemampuan vaksin untuk memicu respons imun, dengan 43 orang dewasa menerima vaksin Ad26.ZEBOV diikuti oleh vaksin MVA-BN-Filo setelah 56 hari.
Mereka ditawari dosis booster A26.ZEBOV dua tahun setelah dosis pertama dan ini menghasilkan respon imun yang kuat dalam tujuh hari.
Pada tahap kedua, 400 orang dewasa dan 576 anak-anak divaksinasi dengan rejimen vaksin Ebola atau dosis tunggal vaksin meningokokus diikuti dengan plasebo pada hari ke-57.
Penelitian ini merupakan kerjasama antara London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM) dan Sierra Leone's College of Medicine and Allied Health Sciences (COMAHS).
Penulis pertama pada makalah pediatrik, Dr Muhammed Afolabi, asisten profesor di LSHTM mengatakan, studi ini mewakili kemajuan penting dalam pengembangan rejimen vaksin penyakit virus Ebola untuk anak-anak, dan berkontribusi pada kesiapan dan respon kesehatan masyarakat untuk wabah Ebola.
"Bekerja sama dengan rekan Sierra Leone dan masyarakat setempat, ini adalah studi pertama yang diterbitkan untuk mengevaluasi rezim vaksin dua dosis ini dalam uji coba terkontrol secara acak pada anak-anak," ujarnya.
"Hasilnya menunjukkan bahwa rejimen vaksin ini berpotensi menyelamatkan banyak nyawa anak muda," sambung Afolabi.
Sementara, Profesor Deborah Watson-Jones dari LSHTM, mengatakan, ancaman wabah penyakit virus Ebola di masa depan adalah nyata. Dan, penting untuk diingat jika penyakit ini pasti belum hilang.
"Terlepas dari tantangan global tambahan seputar COVID-19, kita tidak boleh memperlambat upaya untuk menemukan cara efektif mencegah epidemi virus Ebola dan, jika wabah terjadi, untuk mengatasinya dengan cepat. Vaksin memiliki peran kunci dalam memenuhi kedua tujuan ini," jelasnya.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, Ebola menyebar di antara manusia melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh orang yang sakit atau kontak dengan benda-benda yang telah terkontaminasi dengan cairan tersebut.
Mereka yang berisiko lebih tinggi termasuk siapa saja yang merawat pasien Ebola, serta mereka yang melakukan upacara pemakaman yang melibatkan kontak langsung dengan tubuh almarhum.
Sementara, tingkat kematian akibat virus ini bervariasi dari 25 persen hingga 90 persen pada wabah sebelumnya, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Rejimen vaksin Jhonson & Johnson telah mendapat persetujuan Eropa pada Juli 2020 dan prakualifikasi dari WHO, yang memungkinkan pengadaan obat-obatan oleh negara berkembang, pada April 2021, melansir Reuters.