Kemenkes Rencanakan Vaksinasi <i>Booster</i> Berbayar, Ombudsman: Sepanjang <i>Herd Immunity</i> Belum Tercapai, Itu Tidak Etis
ILUSTRASI/DOK IST HO Pemprov Jatim

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan berencana menyediakan vaksinasi dosis ketiga atau booster berbayar. Tapi Anggota Ombudsman RI menilai vaksinasi berbayar tidak boleh dilakukan sebelum kekebalan komunal atau herd immunity di Indonesia sudah tercapai.

Diketahui, herd immunity tercapai ketika 70 persen populasi penduduk di suatu negara sudah menerima suntikan vaksinasi. Jika herd immunity belum tercapai, maka vaksinasi booster berbayar menjadi tidak etis.

"Kami mengimbau sepanjang belum terjadi kekebalan komunal dan juga akses vaksinasi masih juga sulit didapatkan masyarakat maka itu sudah tidak etis dan tidak adil kalau masyarakat harus membeli vaksin," kata Indraza dalam diskusi virtual, Rabu, 8 September.

Sementara itu, Co-Inisiator LaporCovid-19 Ahmad Arif juga menganggap tidak etis jika vaksinasi diperjualbelikan selama pandemi COVID-19 masih berlangsung.

Sebab, hal ini bisa mengakibatkan ketidakadilan bagi masyarakat. Warga yang berkemampuan ekonomi tinggi akan dengan mudah mendapat akses vaksinasi, sementara warga ekonomi rendah tak bisa mendapatkan itu.

"Pandemi itu ada kegawatdaruratannya disitu. Kalau dilepaskan ke pasar, maka yang bisa mengakses dan membeli adalah orang-orang yang memiliki power, uang, dan seterusnya," ujar Arif.

Sebelumnya, Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan saat ini pihaknya tengah merencanakan skema vaksinasi booster untuk masyarakat umum tahun depan.

"Tahun depan kami sudah membuat skema untuk melakukan booster bagi yang sudah divaksin dosis 1 dan 2, bagi yang belum divaksin karena umur di bawah 11 tahun akan beralih ke 12 tahun, maka itu akan menerima dosis 1 dan 2," kata Maxi.

Maxi menegaskan, vaksinasi booster yang direncanakan ini tidak gratis, melainkan berbayar. Sebab, pemerintah hanya mampu memfasilitasi vaksinasi dosis pertama dan kedua untuk masyarakat.

Jika pemerintah mampu meng-cover vaksinasi booster, hal itupun hanya diprioritaskan untuk masyarakat miskin dan tenaga kesehatan.

"Skema ini sudah kami buat, sekalipun pemerintah tidak mampu melakukan pembayaran kepada seluruh penduduk seperti sekarang ini. Jadi kita akan prioritaskan terutama yang masuk dalam penerima bantuan seperti masyarakat miskin, jumlahnya cukup banyak sekitar 100 juta itu akan kita prioritaskan untuk dilakukan program pemerintah untuk booster," ungkap Maxi.