Bagikan:

JAKARTA - DPRD DKI Jakarta mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran dan Pendapatan Belanja (P2APBD) tahun anggaran 2020 menjadi Peraturan Daerah (Perda).

Rapat paripurna, Rabu, 8 September, dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi PKS Abdurrahman Suhaimi. Sementara, kehadiran Gubernur DKI Jakarta Aniea Baswedan diwakilkan oleh Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria.

Pada Pengesahan Raperda P2APBD dalam rapat paripurna ini, sejumlah angggota DPRD fraksi PDIP dan PSI melontarkan interupsi yang mempermasalahkan kejelasan soal Formula E.

Awalnya, anggota DPRD DKI dari Fraksi PAN Farazandy Fidinansyah membacakan hasil pembahasan Badan Anggaran soal Raperda P2APBD 2020.

Suhaimi yang memimpin rapat paripurna menanyakan kepada seluruh anggota legislatif yang hadir di ruang sidang paripurna apakah Raperda bisa disahkan atau tidak.

"Kami ingin menanyakan kepada forum rapat paripurna dewan, apakah Raperda tentang P2APBD Tahun Anggaran 2020 bisa ditetapkan sebagai peraturan daerah?" tanya Suhaimi di Gedung DPRD DKI, Rabu, 8 September.

Aggota Fraksi PDIP DPRD DKI Pandapotan Sinaga lalu menyalakan pelantang suara di mejanya dan mengajukan interupsi. "Interupsi pimpinan," ucap Pandapotan.

Pandapotan diberikan kesempatan bicara. Pandapotan meminta pimpinan DPRD memberi catatan bahwa terdapat temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kelebihan bayar hingga Formula E dalam pengesahan P2APBD.

"Tentang temuan BPK, saya menemukan catatan kritis soal kelebihan bayar, seperti pembayaran subsidi KSO hingga Formula E. Sebagai catatan khusus, kami minta supaya catatan ini dimasukkan ke dalam berita acara paripurna ini," ucap Pandapotan.

Selesai Pandapotan berbicara, Sekretaris Fraksi PSI Anthony Winza juga menginterupsi rapat paripurna. Anthony menyatakan PSI tak menyetujui pengesahan Raperda P2APBD karena Pemprov DKI belum menyelesaikan rekomendasi BPK soal Formula E.

"Kami, fraksi PSI ditanya apakah fraksi PSI ikut menyetujui terhadap pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemprov di 2020, sikatnya kami tidak bisa menyetujui," ucap Anthony.

Rekomendasi yang dimaksud ialah soal permintaan BPK agar Pemprov DKI merevisi studi kelayakan Formula E lantaran belum dimasukkannya biaya commitment fee dan bank garansi dalam biaya pengeluaran. Sehingga, memunculkan anomali dalam perhitungan pendapatan dan pengeluaran.

"Sampai 2021 tidak juga direvisi, malah dikeluarkan instruksi untuk melaksanakan (Formula E) di 2022. Bagaimana caranya melaksanakan sesuatu yang studi kelayakannya saja belum jelas," tutur dia.

Interupsi tak sampai di sini, anggota Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak turut mengajukan interupsi. Gilbert mendesak Anies membentuk tim khusus untuk melakukan audit terhadap penggunaan anggaran lantaran banyak temuan kelebihan bayar dalam laporan keuangan tahun 2020.

"Ini sangat fatal sebenarnya dan tidak boleh dibiarkan, karena itu berasal dari uang rakyat. Harusnya ini ditindaklanjuti dengan audit khusus. Diharapkan ke depan tak ada lagi kasus kelebihan bayar seperti yang terjadi sebelumnya," ujar Gilbert.

Interupsi selesai. Suhaimi lalu kembali bertanya kepada peserta rapat perihal pengesahan Raperda ini. "Sekali lagi saya tanyakan, apakah Raperda P2APBD DKI Tahun Anggaran 2020 untuk ditetapkan menjadi Perda dapat disetujui?" tanya Suhaimi.

"Setuju," jawab mayoritas anggota dewan yang hadir.

"Terima kasih," ucap Suhaimi sambil mengetuk palu sebanyak tiga kali sebagai tanda Raperda P2APBD disahkan.