JAKARTA – COVID-19 menimbulkan banyak ganguan. Bukan hanya pada ekonomi dan kesehatan, dampak sosial pun turut dialami hampir semua lapisan masyarakat. Tak sedikit kaum perempuan yang menjadi janda lantaran ditinggal suami karena terinfeksi COVID-19. Bahkan terdapat peningkatan jumlah anak yatim, piatu, bahkan yatim piatu akibat kehilangan orang tua.
Satgas Penanganan COVID-19 mencatat, ada 11.045 anak menjadi yatim, piatu, atau yatim piatu per 20 Juli 2021. Di sisi lain, jumlah anak yang terpapar COVID-19 mencapai 350 ribu anak dan 777 di antaranya meninggal dunia.
Menyasar daerah Johar Baru, Jakarta Pusat, sejumlah anak sekolah tingkat dasar (SD) di kawasan tersebut tidak bisa mengikuti pembelajaran tata muka (PTM) dikarenakan tidak memiliki seragam sekolah. Para murid yang terkendala seragam sekolah kebanyakan adalah anak yatim yang ditinggal pergi bapaknya karena terpapar COVID-19.
Seperti Salbia, janda dua anak yang baru-baru ini suaminya meninggal karena COVID-19. Salbia mengaku, hidup di bawah garis kemiskinan kian dirasa setelah suaminya yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, telah tiada. Bahkan Salbia yang tinggal di rumah kontrakan kecil mengaku tak mampu membeli seragam sekolah untuk dua anaknya.
BACA JUGA:
Dia sedih karena anaknya tidak bisa mengikuti PTM lantaran seragam sekolah sudah tidak layak. Mengetahui hal itu, Kapolsek Johar Baru Kompol Edison merasa terpukul, apalagi Salbia berada di wilayah hukum Polsek Johar Baru.
Lantaran tak tega, Kompol Edi mengajak anak Salbia ke pasar untuk beli seragam sekolah bersama dengan anak yatim lainnya di daerah Johar Baru. Seragam sekolah dibelikan Edi agar anak Salbia bisa kembali ke sekolah .
Salbia menjelaskan, penghasilannya sebagai tukang cuci tidak memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Salbia bekerja menjadi tukang cuci pakaian, upah yang didapat jauh dari harapan. Hanya bisa makan seadanya. Sementara untuk keperluan membeli seragam dan bayar kontrakan di rasa kesulitan.
Awal-awal PTM dibuka anak Salbia yang duduk di bangku kelas I SMP dan kelas 5 SD itu harus pakai pakaian bebas karena seragam yang dimilikinya sudah tidak muat di badan.
“Sejak bapaknya gak ada (meninggal karena COVID-19) bajunya kecil-kecil. Gak punya sepatu. Suami saya meninggal dua bulan yang lalu. Uang KJP buat beli kuota belajar anak.” tutur Salbia, di Johar Baru, Jakarta Pusat.
Kompol Edison menjelaskan, saat ada kegiatan pembagian bantuan sosial, dia melihat ada salah satu warga, ibu-ibu yang kesulitan secara ekonomi.
“Ada satu ibu-ibu punya anak, suaminya meninggal. Dia belum beli baju buat anaknya. Kontrakan belum dibayar. Jadi saya inisiatif beri baju sekolah untuk anak tersebut. Saya ajak dia ke pasar, cari yang pas.” tutur Kompol Edison.
Edison mengatakan bahwa ia akan berkoordinasi dengan pihak kecamatan setempat agar anak-anak yatim, piatu dan yatim piatu mendapat perhatian lebih berupa bantuan KJP maupun KIP, sehigga tidak adalagi anak yatim piatu yang kesulitan dalam mengenyam pembelajaran.