Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menduga Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari sering melakukan jual beli jabatan di daerahnya. Ia bahkan mencurigai praktik jual beli jabatan ini tak hanya menyasar kepala desa tapi juga jabatan publik lainnya.

"Coba bayangkan pejabat sementara kepala desa saja dijual belikan, tentu kita bertanya berapa tarif jabatan camat, kepala sekolah, kepala dinas, sekda, dan jabatan publik lainnya di Pemkab Probolinggo," kata Firli dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 7 September.

Hanya saja, dugaan tersebut masih harus dibuktikan lebih lanjut. Sehingga saat ini pihaknya terus mencari barang bukti.

Lebih lanjut, Firli menyayangkan praktik jual beli jabatan telah terjadi di Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Menurutnya, jika praktik ini terus terjadi maka daerah tersebut tak akan maju karena tak mendapat pelayanan terbaik.

"Kalau begini, jangan berharap rakyat mendapat pelayanan. Kita juga tidak bisa berharap banyak kesejahteraan rakyat meningkat," tegas eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan 22 tersangka yang terdiri dari 4 penerima suap dan 18 pemberi dalam kasus jual beli jabatan kepala desa. Saat ini, seluruh tersangka sudah ditahan di rumah tahanan (rutan) yang berbeda.

Suap diberikan agar mereka bisa menjabat sebagai kepala desa di wilayah Pemkab Probolinggo. Masing-masing orang wajib membayar Rp20 juta dan upeti tanah desa Rp5 juta per hektar.

Empat orang penerima adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, anggota DPR Hasan Aminuddin, Camat Krejengan Doddy Kurniawan, dan Camat Paiton Muhamad Ridwan.

Sementara 18 pemberi yakni Sumanto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Syamsuddin sebagai tersangka pemberi. Mereka semua merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Probolinggo.

Akibat perbuatannya, pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.