KPK: 95 Persen LHKPN Tidak Akurat Setelah Diperiksa Detail
Lustrasi foto (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan menyebut 95 persen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan pada periode 2018-2020 tidak akurat.

Angka tersebut, kata Pahala, didapatkan setelah KPK memeriksa lebih lanjut laporan yang disampaikan 1.665 penyelenggara negara.

"Ternyata 95 persen LHKPN yang kami lakukan pemeriksaan detail terhadap kebenaran isinya itu tidak akurat secara umum," kata Pahala dalam diskusi secara daring yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Selasa, 7 September.

Ia kemudian memaparkan, ketidakuratan LHKPN itu terjadi karena ada penyelenggara negara yang secara sengaja tak melaporkan harta kekayaan mereka berupa tanah, bangunan, rekening bank, maupun investasi lainnya.

Tak hanya itu, ditemukan adanya laporan harta yang janggal dan beda dengan transaksi rekening perbankan ketika KPK melakukan pengecekan. Dia mencontohkan jika laporan penghasilan 1 rupiah harusnya di bank sekiranya satu rupiah masuk dan stengah rupiah keluar.

"Tapi bukan saya laporkan penghasilan 1 rupiah namun secara konstan secara konstan tercatat mendapatkan 100, 150 atau 250 rupiah. Jadi 15 persen dari 95 itu menunjukan profil yang tidak fit dengan data keuangan," katanya.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri meminta penyelenggara negara untuk rutin melaporkan LHKPN mereka. Apalagi, selama ini banyak yang salah kaprah jika laporan hanya dilakukan ketika mereka akan menjabat dan setelah selesai masa jabatan.

Selain itu, eks Deputi Penindakan KPK ini juga menyinggung minimnya tingkat kepatuhan anggota DPR RI dalam melaporkan LHKPN. Dia mengatakan per 6 September kemarin, baru 58 persen legislator yang menyampaikan laporan ke komisi antirasuah atau berkurang dibanding periode lalu yang mencapai 74 persen.

Padahal, kata Firli, melaporkan harta kekayaan merupakan bentuk tanggung jawab legislator terhadap para pemilih mereka sekaligus cara untuk mengendalikan diri dari praktik korupsi.