Bagikan:

JAKARTA - Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang bulan Juni telah membekukan aktivitas bisnis 99 entitas ilegal dan juga menutup 105 fintech peer to peer lending ilegal yang menawarkan pinjaman ke masyarakat melalui aplikasi, media sosial maupun pesan singkat di telepon genggam.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan, entitas tersebut seluruhnya tidak terdaftar dan berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan otoritas perizinan, pengaturan dan pengawasan layanan fintech peer to peer lending.

Lebih lanjut, Tongam mengatakan, keberadaan fintech lending ilegal ini sangat besar. Tidak hanya dapat merugikan masyarakat, namun pemerintah juga dapat dirugikan dari sisi penerimaan pajak.

"Pihak kepolisian sudah tergabung dalam Satgas Waspada Investasi. Penindakan yang cepat sangat diperlukan untuk mencegah para pelaku investasi ilegal dan fintech ilegal beroperasi kembali yang bisa merugikan masyarakat," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 3 Juli.

Menurut Togam, semua temuan satgas waspada investasi ini dikoordinasikan dengan bareskrim Polri dengan memberikan surat laporan informasi untuk dilakukan proses hukum apabila diduga ada tindak pidana. Hal ini dilakukan, dengan harapan dapat memberikan efek jera kepada para pelakunya.

Tongam menjelaskan, pinjaman fintech ilegal sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga dan denda yang tinggi, jangka waktu pinjaman pendek dan mereka selalu meminta untuk mengakses semua data kontak di handphone atau telepon genggam.

Menurut Tongam, fintech ilegal ini sangat berbahaya, karena data nasabah yang diakses tersebut dapat disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan.

"Kami meminta kepada para masyarakat terutama bila melakukan pinjaman online, jangan sekali-kali menyetujui atau mengizinkan kontak atau nomor handphone, atau data-data untuk diakses oleh para pelaku ini. Karena apa? Dengan demikian kita bisa mengurangi maraknya penawaran fintech lending ilegal ini," jelasnya.

Tongam menjelaskan, maraknya fintech peer to peer lending ilegal sepanjang Juni 2020, karena sengaja memanfaatkan kondisi melemahnya perekonomian masyarakat akibat pandemi COVID-19.

"Mereka mengincar masyarakat yang saat ini kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif," tuturnya.

Menurut Tongam, langkah yang dilakukan satgas waspada investasi dan pihak terkait tidak akan berhasil untuk memberantas keberadaan fintech ilegal jika tidak ada peran serta dari masyarakat.

"Kegiatan ini tentunya akan sangat berhasil dengan peran serta masyarakat. Ini masyarakat kami didik terus agar tidak ikut pada pinjaman fintech lending ilegal dan investasi fintech lending ilegal. Karena kami lihat memang penawaran ini ibaratnya seperti supply dan demand. Kalau kami pengaruhi ke masyarakat, kami yakin supply-nya juga akan berkurang," ucapnya.

2.591 Entitas

Adapun jumlah total fintech peer to peer lending ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018 sampai dengan Juni 2020 sebanyak 2.591 entitas.

Togam menjelaskan, pihaknya juga menghentikan 99 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.

"Kami melakukan pembatasan kegiatan investasi ilegal dan kami juga memblokir situs web aplikasi dari investasi ilegal ini melalui Kominfo. Kami juga menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim dan koordinasi dengan berbagai pihak untuk mencegah fintech lending ilegal atau investasi ilegal ini," tuturnya.

Dari 99 entitas tersebut, 87 di antaranya melakukan perdagangan berjangka/forex ilegal, dua penjualan langsung (direct selling) ilegal, tiga investasi cryptocurrency ilegal, tiga investasi uang, dan empat lainnya seperti pendidikan dan pelatihan bisnis, konsultan bisnis, investasi uang tanpa izin, perdagangan online menggunakan skema MLM atau money game, hingga jasa pelunasan utang tanpa izin.

"Jika ada penawaran dengan imbal hasil yang sangat besar, cek dua L yakni legal dan logis. Legal artinya tanyakan izinnya. Izin bahan hukum, produk dan izin kegiatannya. Kalau tidak ada izin, jangan ikuti. Kemudian logis, lihat rasionalitas imbal hasilnya apakah rasional," jelasnya.

Sementara itu, Satgas Waspada Investasi juga menyampaikan informasi bahwa Koperasi Sigap Prima Astrea telah diberikan normalisasi karena tidak melakukan kegiatan pinjaman online di luar anggota dan memiliki legalitas badan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.