JAKARTA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (Ketum PAN), Zulkifli Hasan menilai perlu ada evaluasi terhadap hasil amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang telah berusia 23 tahun.
"Setelah 23 tahun hasil amandemen itu, menurut saya, memang perlu dievaluasi. Termasuk demokrasi kita ini, kita mau ke mana," ujar Zulkifli dalam pidato Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PAN, Selasa, 31 Agustus.
Zulhas, sapaannya, lalu menceritakan soal kehadirannya bersama Sekretaris Jenderal PAN, Eddy Soeparno dalam pertemuan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Rabu, 25 Agustus lalu.
Dia membeberkan, apa yang dibahas Jokowi dalam pertemuan dengan para ketua umum dan sekjen parpol koalisi pemerintah. Salah satunya menyinggung soal Pancasila khususnya sila keempat.
Menurut Zulhas, sila tersebut telah menegaskan bahwa demokrasi Indonesia berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh orang yang memiliki hikmah. Hikmah itu, kata dia, artinya memiliki ilmu cukup dan iman kuat sehingga memiliki kebijaksanaan.
BACA JUGA:
"Ada juga yang mengatakan, 'wah kita cocoknya perlu demokrasi terpimpin', ada yang bicara gitu. Saya menyampaikan, kalau mau dikasih istilah, jelas dong sila keempat itu 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan'. Jadi kita ini memang demokrasi yang musyawarah, demokrasi dimusyawarahkan, dipimpin oleh orang yang punya hikmah. Nah, hikmah itu ilmunya cukup, imannya kuat sehingga punya wisdom, punya kebijaksanaan," jelas mantan Ketua MPR itu.
Dukungan terhadap amandemen UUD 1945 lantas menjadi sorotan. Sebab sebelum PAN ikut dalam pertemuan Jokowi, Zulhas meyakini bahwa rencana amendemen UUD 1945 yang tengah bergulir tak akan terjadi hingga Pemilu 2024. Seiring wacana untuk menghidupkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).
"Saya kira sampai pemilu yang akan datang amendemen tak akan terjadi. Enggak usah khawatir berlebihan," kata Zulhas, Senin, 23 Agustus.