Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas), menggulirkan wacana amendemen UUD 1945 usai merapat ke Istana. 

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat memanggil para petinggi partai politik (parpol) koalisi. Pertemuan tersebut menarik perhatian karena keikutsertaan PAN yang notebene belum masuk koalisi.

 

Wacana amendemen ini sempat dituding sebagai jalan untuk meloloskan perpanjangan masa jabatan presiden dengan amendemen.

Mulanya, PAN menepis mentah-mentah tudingan partainya setuju akan amendemen tersebut. 

 

Juru bicara DPP PAN Rizki Aljupri mengatakan PAN telah menegaskan amendemen UUD 1945 tidak akan terjadi. Hal itu lantaran telah diungkapkan oleh Ketum PAN Zulkifli Hasan.

 

"Hari Senin kemarin tanggal 23 Agustus 2021 saat perayaan HUT PAN, Ketua Umum kami Bapak Zulkifli Hasan sudah secara tegas menyatakan bahwa amendemen UUD 1945 tidak akan terjadi," ujar kepada wartawan, Jumat, 27 Agustus.

 

Namun, baru-baru ini Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) justru turut menggulirkan wacana amendemen tersebut.

 

Awalnya, dia mengungkap apa saja yang dibahas dengan Jokowi dalam pertemuan tersebut pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PAN di Jakarta Selatan, Selasa, 31 Agustus.

"Satu mengenai pandemi COVID, dua mengenai ekonomi, ketiga mengenai hubungan pusat dan daerah," ujar Zulhas. 

Dalam kesempatan tersebut, Zulhas bercerita ada pula pembahasan terkait problematika yang saat ini terjadi di lingkup kelembagaan Indonesia.

"Ada beberapa bicara, 'Wah, kita kalau gini terus, ribut, susah, lamban, bupati enggak ikut gubernur, gubernur enggak ikut macem-macem-lah ya'. Merasa KY lembaga paling tinggi, paling kuat, MA enggak. MA merasa paling kuasa, MK enggak. MK katanya yang paling kuasa. DPR paling kuasa. Semua merasa paling kuasa," kata Zulhas.

Oleh karena itu, dia menilai perlu adanya evaluasi setelah 23 tahun berjalannya amendemen UUD 1945. Selain itu, Zulhas menyebut, demokrasi juga tak luput harus ikut dievaluasi.

"Jadi, setelah 23 tahun, hasil amendemen itu menurut saya memang perlu dievaluasi. Termasuk demokrasi kita ini, kita mau ke mana, perlu dievaluasi," jelas Zulhas.

Zulhas juga menyinggung salah satu pihak yang menilai bahwa sistem demokrasi terpimpin lebih cocok diterapkan. Kendati begitu, dirinya menjelaskan bahwa sila keempat dalam Pancasila menyebutkan demokrasi berlandaskan musyawarah dan mufakat.

"Ada juga yang mengatakan, 'Wah, kita cocoknya perlu demokrasi terpimpin'. Ada yang bicara gitu. Saya menyampaikan, kalau mau dikasih istilah, jelas dong sila keempat itu 'Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan'. Jadi, kalau mau, kita ini memang demokrasi yang musyawarah, demokrasi dimusyawarahkan. Dipimpin oleh orang yang punya hikmah," jelas Zulhas.

"Jadi bukan terpimpin. Kalau di sila keempat itu kan demokrasi dimusyawarahkan," imbuhnya.

 

 

Zulhas Sempat Tegaskan amendemen Tak Akan Terjadi

 

Sebelum pertemuan dengan Presiden dan partai ketum parpol di Istana Merdeka, Rabu, 25 Agustus, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, meminta publik tidak perlu khawatir berlebih terkait rencana amendemen UUD 1945. Dia menegaskan, amendemen tidak akan terjadi sampai Pemilu 2024.

"Saya kira sampai Pemilu yang akan datang amendemen itu tidak akan terjadi. Oleh sebab itu tidak usah khawatir berlebihan," ujar Zulkifli Hasan dalam acara peringatan HUT PAN, Senin, 23 Agustus.

Wakil Ketua MPR RI ini meminta anggotanya dan masyarakat umum tidak panik akan rencana amendemen. Apalagi dia sebagai pimpinan MPR selalu memantau perkembangan amendemen.

"Jadi Pak Hatta (Hatta Rajasa) tidak usah khawatir, saya ini incharge di semua perkembangan terakhir republik ini. Oleh karena itu tidak usah khawatir terjadinya amendemen itu, tidak akan terjadi menurut saya. Enggak akan terjadi," kata Zulhas.

Zulhas bahkan menyebut bahwa rencana amendemen itu sudah ada sejak ia menjabat sebagai ketua MPR periode lalu, namun buktinya hingga hingga belum terjadi.

"Kalau mungkin amendemen terjadi pada masa Zulkifli Hasan ketua MPR. Itu mungkin, tapi kan tidak terjadi," pungkas Zulkifli Hasan