KSPI Desak Pemerintah Pulangkan TKA China di Konawe
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) China ke Indonesia, di saat jutaan orang kehilangan pekerjaan akibat pandemi COVID-19 disesalkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Ia mendesak pemerintah untuk memulangkan TKA China dari Tanah Air.

Said Iqbal mengatakan, kedatangan TKA tersebut menciderai rasa keadilan bagi pekerja lokal dan rakyat Indonesia. Seharusnya, lapangan pekerjaan yang tersedia diberikan sepenuhnya kepada warga negara Indonesia. Apalagi, saat ini terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

"Di tengah pandemi dan banyak buruh yang kehilangan pekerjaan, mengapa TKA justru diizinkan bekerja di Indonesia? Bukankah akan lebih baik jika pekerjaan tersebut diberikan untuk rakyat kita sendiri," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Senin, 29 Juni.

KSPI meminta pemerintah menarik kembali TKA yang sudah datang dalam gelombang pertama, serta membatalkan masuknya 500 TKA China selanjutnya. Apalagi mahasiswa dan masyarakat sudah melakukan protes terkait masuknya TKA tersebut.

Lebih lanjut, Iqbal menilai, alasan masuknya ratusan TKA tersebut karena keahliannya dibutuhkan, tidak masuk akal. Sebab, PT Virtue Dragon Nickel Industry sudah cukup lama ada di Konawe, Sulawesi Tenggara.

"Itu artinya selama ini perusahaan dan pemerintah gagal memenuhi persyaratan bahwa TKA yang bekerja di Indonesia harus tenaga ahli dan melakukan transfer of khowledge dan transfer of job," tuturnya.

Di dalam UU No 13 Tahun 2003 sudah diamanatkan, setiap 1 orang TKA wajib ada pendamping 10 orang pekerja lokal. Apabila selama ini TKA yang bekerja di sana ada pendamping tenaga kerja lokal dan terjadi transfer pengetahuan, maka pekerjaan yang ada seharusnya sudah bisa dikerjakan tenaga kerja lokal. Sehingga tidak perlu lagi mendatangkan TKA.

Bagi KSPI, masuknya TKA China ke Konawe merupakan pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang mengatur mengenai penggunaan tenaga kerja asing.

"Pelanggaran yang lain, seharus TKA bisa berbahasa Indonesia. Karena tidak bisa berbahasa Indonesia, hal ini akan menyulitkan dalam berkomunikasi, dalam rangka melakukan transfer of knowledge tadi," ujarnya.

Menurut Said Iqbal, Indonesia memiliki putra putri yang berkompetensi untuk dapat mengisi posisi yang ditempati oleh TKA China. "Saya tidak yakin lulusan dari UI, ITB, dan kampus-kampus ternama di Indonesia tidak mampu memenuhi skill yang dibutuhkan di sana," tuturnya.