Bagikan:

JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi langkah Polri yang berhasil menangkap Muhammad Kece atas dugaan penistaan agama. MUI mendorong kepolisian memprosesnya sesuai prinsip equality before the law atau asas persamaan di hadapan hukum.

"Kami pimpinan MUI pusat dan pimpinan MUI provinsi se-Indonesia yang sedang melaksanakan Mukernas mengapresiasi dan kami sangat berharap proses hukum selanjutnya dapat ditegakkan sesuai prinsip equality before the law dan juga transparan," ujar Wakil Sekjen MUI Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Antara, Rabu, 25 Agustus. 

Nama Muhammad Kece menjadi perbincangan setelah mengunggah video di laman Youtubenya. Ia kerap menyinggung soal Islam.  Kece kemudian dilaporkan sejumlah organisasi masyarakat atas ucapannya yang dianggap menyinggung dan dapat merusak kerukunan umat beragama.

Mendapat laporan tersebut, polisi langsung bergerak dan berhasil menangkap Kece saat bersembunyi di Kampung Banjar Untal-Untal, Desa Ulang, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Selasa sekitar pukul 19.30 WITA.

Ikhsan mewakili MUI memberikan penghargaan kepada kepolisian dan akan terus mengikuti proses hukum yang berlangsung.

"Insyaallah MUI bersama NU, Muhamadiyah dan seluruh Ormas Islam yang berhimpun di MUI akan terus mengikuti proses Hukum terhadap yang bersangkutan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, penyidik dalam upaya membawa M. Kece dari Bali ke Bareskrim Jakarta untuk pemeriksaan, diperkirakan tiba pukul 17.00 WIB.

Dalam perkara ini, penyidik telah memiliki bukti awal berupa video unggahan Kece yang bermuatan penodaan agama. Selain itu, penyidik telah memeriksa saksi pelapor dan saksi ahli terdiri atas saksi ahli bahasa, ahli IT, dan ahli agama Islam.

"Tentunya bukti unggahan M. Kece di youtube dan keterangan saksi ahli dan pelapor menjadi alat bukti yang telah dikumpulkan penyidik," kata Rusdi.

Tersangka M. Kece, kata Rusdi, disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) dan junto Pasal 45 a ayat (2) dapat juga dijerat dengan peraturan lainnya yang relevan yakni Pasal 156 a KUHP tentang Penodaan Agama."Ancaman pidananya bisa enam tahun penjara," kata Rusdi.