KPAI Minta Pemerintah Pastikan Anak Yatim Piatu akibat COVID-19 Terima Bantuan
Ilustrasi anak-anak (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah diminta memastikan anak-anak yang kehilangan orang tua atau menjadi yatim, piatu, maupun yatim piatu akibat COVID-19 mendapat bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), maupun Program Keluarga Harapan (PKH).

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti berharap anak-anak dalam kondisi kehilangan orang tua di tengah pandemi ini tidak dipersulit saat mengurus administrasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan.

"Anak-anak yang kehilangan orangutan karena COVID-19 harus dipastikan mulai APBN maupun APBD 2022 diikutsertakan atau mendapatkan seluruh bantuan dalam program-program tersebut dengan cara yang tidak bertele-tele administrasinya. Cukup surat keterangan kematian orangtuanya dan kartu keluarga yang sudah diperbaharui di mana anak-anak tersebut tercantum namanya," kata Retno dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Minggu, 22 Agustus.

Menurutnya, bantuan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dibutuhkan bagi anak-anak tersebut demi menjamin pemenuhan hak atas kesehatan. "Karena mustahil anak-anak itu harus membayar BPJS setiap bulannya dan anak-anak juga rentan jatuh sakit dalam masa pertumbuhannya," ungkapnya.

Sedangkan bantuan KIP atau Kartu Indonesia Pintar diperlukan untuk menjamin pemenuhan hak atas pendidikan minimal sampai ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.

Sementara Program Keluarga Harapan (PKH) diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yaitu membeli makanan bergizi demi menunjang tumbuh kembang anak.

"Aparat desa atau kelurahan, RT/RW harus tergerak membantu admintrasi dan pendataan anak-anak tersebut," tegas Retno.

"Bantu anak-anak tersebut atas nama kemanusiaan, bayangkanlah kalau anak-anak Anda sendiri yang mengalaminya, gunakan nurani, dan mata hati kita," imbuhnya.

Selain itu, dia juga meminta pemerintah melindungi anak-anak dari potensi tak mendapatkan pengasuhan yang layak atau adopsi tak sesuai ketentuan peraturan perundangan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap anak, pernikahan usia dini, bahkan potensi jadi korban perdagangan manusia.

Retno juga berharap pemerintah bisa memberikan pendampingan terhadap anak-anak yang orang tuanya meninggalkan harta benda dan warisan. Hal ini perlu dilakukan agar tak jatuh ke tangan yang salah dan bisa dimanfaatkan bagi masa depan anak.

"Anak-anak yang orang tuanya meninggalkan harta benda dan warisan kekayaan lainnya perlu didampingi dan dilindungi agar harta benda peninggalan orangtuanya termasukan surat berharga dan saldo rekening dapat dimanfaatkan anak-anak tersebut untuk masa depannya," tegasnya.

Terakhir, ia berharap pemerintah daerah bisa mengetahui keberadaan anak yatim piatu akibat COVID-19 sehingga bisa memberikan bantuan seperti makan sehari-hari. Selain itu, asesmen psikologi perlu dilakukan demi memulihkan mereka.

"Karena kehilangan salah satu, apalagi kedua orangtua dalam waktu singkat, pasti menimbulkan kecemasan dan ketakutan anak-anak tersebut dan ini sangat menganggu kesehatan mentalnya," jelas Retno.

Lebih lanjut dia memaparkan, ada sejumlah daerah yang sudah mendata anak-anak yang harus kehilangan orang tuanya akibat COVID-19. Retno mengatakan, di Tengah ada sekitar 7.756 anak, Jawa Timur memperkirankan ada 7.000, dan Kota Depok mengumumkan sekitar 870

Sedangkan berdasarkan data Kementerian Sosial (Kemensos) ada 11.045 anak yang ditinggal orang tuanya akibat terpapar COVID-19 per 20 Juli.

Namun, dia merasa sinergi dan koordinasi tetap harus dilakukan dengan dimotori oleh Tim Satgas COVID-19 dengan kementerian terkait. "Pemuktahiran secara berkesinambungan sangat diperlukan agar segera menjangkau dan membantu anak-anak yang kehilangan orangtuanya karena COVID," pungkasnya.