Bagikan:

JAKARTA - Meluasnya solidaritas gerakan 'Black Lives Matter' (BLM), membuat perusakan patung-patung terkait sejarah diskriminasi dan kolonialisme semakin masif. Di Greenland pun begitu. Patung yang dirusak merupakan penjajah asal Denmark-Norwegia, Hans Egede yang berada di Ibu Kota Greenland, Nuuk, Minggu, 21 Juni.

Dilaporkan Reuters, alasan perusakan tak lain karena kedatangan Hans ke Greenland pada 1721 menandai dimulainya era kolonial di wilayah itu. Hans yang juga seorang misionaris dianggap memiliki dosa masa lalu terkait kelamnya kehidupan di Greenland bertahun-tahun. Patung tersebut dirusak oleh warga setempat tepat pada hari nasional Greenland.

Mereka merusaknya dengan menyemprotkan cat merah dan menuliskan kata “dekolonisasi.” Gerakan ini merupakan respons berantai yang dimulai dari solidaritas BLM atas meninggalnya kulit hitam George Floyd yang dibunuh polisi Minneapolis, Amerika Serikat (AS), Derek Chauvin.

Warga Greenland kemudian beramai-ramai mengabadikan gambar dari patung yang dirusak. Setelahnya, gambar-gambar tersebut diunggah ke ragam media sosial. Alhasil, banyak di antara warga Greenland yang mendukung gerakan tersebut.

“Suku Inuit terus-menerus dibungkam dan tidak pernah diberi kesempatan untuk memproses trauma yang diturunkan dari generasi ke generasi,” kata seorang warga Greenland yang berkomentar di facebook, Paninnguaq Lind Jensen.

Greenland merupakan rumah bagi 56 ribu orang yang di antaranya lahir sebagai suku Inuit. Berdasarkan sejarah, Greenland dulunya menjadi koloni Denmark hingga 1953. Namun, baru pada 2019, Greenland diberikan otonomi pemerintahan sendiri. Maka, Greenland memperoleh kedaulatan termasuk mendeklarasikan kemerdekaan dari Denmark.

Meski begitu, beberapa warga Greenland terbagi dalam dua kubu. Pertama mereka yang percaya kemerdekaan yang dideklarasikan sebagai tujuan jangka panjang. Kubu satunya lagi beranggapan kemerdekaan hanya layak dalam jangka pendek saja mengingat ketergantungan ekonomi mereka kepada Denmark.