Tak Semua Aksi Rusak Patung Mewakili Pendapat Mayoritas, di Greenland Contohnya
Patung Hans Egede (Twitter/@HansPKleeman)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah jajak pendapat di Greenland digelar untuk menentukan nasib patung Hans Egede di Kota Nuuk. Hasilnya jadi antitesis dari aksi perusakan patung sang kolonialis Denmark yang sempat dilakukan atas nama Black Lives Matter (BLM).

Beberapa waktu lalu, sejumlah orang merusak dan mematri patung Egede dengan kata "dekolonialisasi". Aksi ini banyak ditafsirkan sebagai resistensi massal warga Greenland terhadap sosok Egede.

Namun, dalam jajak pendapat terbuka, didapati mayoritas responden, yakni 923 orang memilih melanggengkan eksistensi patung Edege. Adapun responden yang menginginkan patung itu diturunkan berjumlah enam ratus.

"Tidak mengejutkan bagi saya melihat hasil akhir pemungutan suara dimenangkan dengan mayoritas orang yang menginginkan patung itu tetap ada. Tetapi kita tak boleh sembarangan karena masih ada minoritas besar yang ingin patung itu diturunkan," kata anggota parlemen Greenland, Aaja Chemnitz Larsen dikutip Reuters, Kamis, 23 Juli.

Meski begitu, pemungutan suara bukanlah keputusan akhir. Dewan lokal tetap memiliki kuasa untuk mempertahankan atau menurunkan patung. Meski begitu, Wali Kota Nuuk Charlotte Ludvigsen mengatakan setidaknya butuh suara hingga 75 persen agar otoritas setempat dapat memindahkan patung ini.

Namun, menurut hitungan, ada 23 hingga 56 ribu warga Greenland yang seharusnya dapat memilih, namun urung. Kurangnya publikasi dari agenda yang berlangsung selama 3-21 Juli itu disebut jadi masalah.

Sebelumnya, warga Greenland yang turut berpartisipasi dalam BLM merusak patung Egede. Mereka mengabadikan aksi itu dan mengunggahnya ke berbagai media sosial. Alhasil, banyak di antara warga Greenland yang mendukung gerakan tersebut.

“Suku Inuit terus-menerus dibungkam dan tidak pernah diberi kesempatan untuk memproses trauma yang diturunkan dari generasi ke generasi,” kata seorang warga Greenland yang berkomentar di Facebook, Paninnguaq Lind Jensen.

Berdasar sejarah, Greenland dulunya adalah koloni Denmark hingga 1953. Namun, baru pada 2019, Greenland diberikan otonomi pemerintahan sendiri. Maka, Greenland memperoleh kedaulatan termasuk mendeklarasikan kemerdekaan dari Denmark.

Meski begitu, beberapa warga Greenland terbagi dalam dua kubu. Pertama mereka yang percaya kemerdekaan yang dideklarasikan sebagai tujuan jangka panjang. Kubu satunya lagi beranggapan kemerdekaan hanya layak dalam jangka pendek saja mengingat ketergantungan ekonomi mereka kepada Denmark.