Parlemen AS Susun RUU Singkirkan Patung Tokoh Perang Saudara dari Capitol Hill
Gedung Capitol (Stephen Walker on Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS telah setuju menurunkan patung-patung yang berada di kawasan Capitol Hill. Beberapa di antaranya adalah patung-patung tokoh yang dianggap memiliki andil dalam pecahnya perang saudara ke-19, salah satu sejarah terkelam di Negeri Paman Sam.

Dilansir CNA, Jumat, 24 Juli, kebijakan mengambil langkah tersebut berdasar hasil pemungutan suara. 305 suara setuju patung-patung tersebut disingkirkan, jauh lebih banyak dari jumlah 113 orang yang tak setuju. Anggota parlemen fraksi Partai Demokrat memegang suara mayoritas.

"Nenek moyang saya membangun Capitol. Tetapi belum ada monumen untuk para leluhur saya ... Patung-patung ini (jelas) mewakili supremasi kulit putih dan rasisme," kata Anggota DPR dari California Karen Bass.

Langkah-langkah pemindahan dituangkan dalam rancangan undang-undang (RUU) yang kini tengah menunggu persetujuan Senat AS. Sesuai RUU, tiga patung akan diturunkan karena memiliki andil besar dalam perbudakan, supremasi kulit putih serta perang sipil 1861-1865.

Kala itu beberapa negara bagian selatan sedang berusaha memisahkan diri. Mereka mencoba membentuk suatu republik yang melanggengkan perbudakan secara independen.

Bahkan, bukan cuma patung-patung yang digaungkan pendukung 'Black Live Matter' (BLM). Banyak di antara para aktivis dan kulit hitam menganggap bendera dan monumen konfederasi lainnya sebagai simbol dari rasisme. Namun, hal berbeda digaungkan oleh kulit putih lainnya. Mereka justru melihat hal itu sebagai warisan yang mesti dijaga.

Sebelumnya, pada pertengahan Juni, foto dari empat anggota parlemen senior abad ke-19 yang bertugas di Konfederasi telah dipindahkan dari Gedung Kongres AS. Tak hanya itu, lukisan-lukisan semua mantan pembicara DPR yang disinyalir melanggeng rasisme telah diturunkan atas perintah Ketua DPR AS, Nancy Pelosi.

Meski begitu, kendali atas penurunan masih membutuhkan persetujuan Senat AS, yang mana Senat tersebut dikendalikan oleh Presiden AS Donald Trump. Hal itu dirasa akan menemui kesukaran, mengingat Presiden dari Partai Republik itu sangat menentang terkait penurunan patung bersejarah.