Kasus Perkosaan Anak di Bawah Umur, Ini Kata Kriminolog Lucky Nurhadiyanto Berikut Pencegahannya
Ilustrasi/ kyodo

Bagikan:

JAKARTA- Peristiwa perkosaan yang terjadi di Makassar belum lama ini menjadi perhatian publik. Korban diketahui masih dibawah umur, 14 tahun. Sedangkan pelaku berjumlah 5 orang sedang mabuk. Ironinya, pertemuan korban dengan pelaku berawal dari media sosial (medsos).

Penggunaan media sosial akan sangat bermanfaat jika penggunaannya tepat. Namun sebaliknya, akan menjadi masalah jika tidak hati-hati dan tak bijak. Sebagaimana disampaikan kriminolog Lucky Nurhadiyanto, M.Si pertemuan atau perkenalan melalui jaringan media sosial memiliki kerentanan. Oleh karena kasus perkosaan atau pelecehan seksual yang berawal dari medsos tidak jarang dijumpai.

“Pemerkosaan yang terjadi tergolong date rape. Ikatan sosial dalam relasi ikatan serius bias komitmen dan belief. Terlebih relasi yang terjalin di awali dengan perkenalan di media sosial dan tergolong baru. Sehingga, baik pelaku maupun korban masih pada tahap mencari perhatian.” kata Lucky kepada VOI, Senin 16 Agustus.

Korban yang masih dibawah umur juga menjadi celah bagi pelaku untuk melancarkan aksinya. Dan menurut Lucky, korban bisa diperdaya dengan bujukan dan rayuan. Terlebih jika diketahui ada pengaruh alkohol, maka tidak ada kontrol sosial dalam kelompok ini.

“Atensi akhirnya mengarah pada korban di bawah umur, lemahnya rekatan hubungan sosial antar keduanya dan niatan pelaku. Perkosaan juga dipicu upaya pelaku membuat kesempatan untuk memperdaya korban, baik dengan rayuan, janji-janji, hingga penampilan. Tidak hanya itu, tidak adanya kontrol sosial melalui pesta miras semakin memicu stimulus internal.” jelas Lucky.

Untuk menghindari kasus yang sama, Lucky memberi tiga poin penting, yakni:

1. Peningkatan kewaspadan diri sendiri agar terhindar menjadi suitable (sesuai) target, dengan cara meminimalkan kontak dengan orang baru dikenal, khususnya dalam berinteraksi di media sosial.

2. Peran diri, peer group dan keluarga untuk memberikan edukasi tentang literasi digital, contohnya bagaimana menjalin relasi via media sosial.

3. Ketiga, pemahaman bahwa perempuan, orang tua, dan anak-anak memiliki kerentanan yang tinggi sebagai korban.

Lucky menilai, tingkatan pengawasan aktivitas remaja putri memiliki potensi risiko. Dalam hal ini berkenalan dengan orang baru dan pertimbangan jam aktivitas keluar rumah di malam hari.