Buka Penyelidikan Baru Kasus Bansos COVID-19, KPK Periksa Juliari Batubara
Juliari Batubara/DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengembangkan kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Pemeriksaan ini dilakukan pada Jumat, 6 Agustus di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

"Tim penyelidik KPK meminta keterangan dan klarifikasi terhadap Juliari P Batubara terkait kegiatan penyelidikan yang saat ini sedang dilakukan KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan.

Dia mengatakan KPK saat ini memang sedang mengembangkan kasus ini. Komisi antirasuah berupaya memeriksa pihak terkait untuk melengkapi alat bukti untuk mencari pelaku lain.

Ali menegaskan kasus ini akan diusut hingga tuntas dan KPK akan transparan dalam prosesnya.

"KPK saat ini berupaya mengembangkan dan mengungkap dugaan peristiwa pidana korupsi pelaksanaan pengadaan barang/jasa terkait bantuan sosial di Kementerian Sosial melalui penyelidikan terbuka," ungkapnya.

"Kami memastikan penyelidikan terus dilakukan dan perkembangannya akan disampaikan," imbuh Ali.

Beberapa waktu lalu, KPK menyebut sidang kasus suap bansos di Pengadilan Tipikor Jakarta jadi pintu masuk untuk mengusut keterlibatan pihak lain. Apalagi dari persidangan itu sejumlah fakta terungkap.

Diberitakan sebelumnya, JPU KPK menuntut Juliari Peter Batubara 11 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19. Selain itu, Dia juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 2 tahun penjara.

Selain itu, Juliari juga diharuskan membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14,5 miliar sebagai hukuman tambahan. Bahkan, jika tak bisa membayar, harta kekayaannya akan dilelang untuk membayarkan uang pengganti tersebut.

Bila hasil lelang harta kekayaannya tak mencukupi, maka dia bisa dijatuhi hukuman tambahan selama dua tahun. Berikutnya, mantan politikus PDI Perjuangan ini juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.