JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan buka peluang tuntutan pidana mati terhadap Menteri Sosial Juliari Batubara dan empat tersangka lain saat nanti duduk menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor, terkait dengan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Seperti diketahui Juliari Batubara sendiri diduga mendapat 'jatah' sebesar Rp17 miliar dari paket pengadaan bansos COVID-19 tersebut. Ketua KPK Firli Bahuri berujar, penyidik hingga kini masih mendalami kasus dugaan korupsi terkait pengadaan bantuan sosial alias bansos COVID-19 di Kementerian Sosial.
Selanjutnya, penyidik akan mempertimbangkan apakah akan menerapan hukuman mati sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor itu dapat dipersangkakan atau tidak terhadap Juliari Batubara.
Namun, kata Firli, saat ini Juliari Batubara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
"Terkait dengan pasal-pasal khususnya Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor tentu kami akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 (hukuman mati) itu bisa kita buktikan terkait dengan pengadaan barang dan jasa," katanya, dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Minggu, 6 Desember.
Firli menjelaskan, pihaknya mesti mendalami lebih lanjut terkait sejumlah unsur dalam perkara ini. Mulai dari sisi pelaku, perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, hingga apakah perkara ini merugikan keuangan negara.
"Itu kita dalami tentang proses pengadaannya. Tetapi perlu diingat yang kita sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi yaitu penerima hadiah atau janji," katanya.
Ditemui terpisah, Plt Jubir KPK, Ali Fikri menyatakan, kasus yang menjerat Juliari berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) atau penyelidikan tertutup. Output dari penyelidikan tertutup adalah ditemukannya penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara untuk menggerakkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya atau pasal suap.
BACA JUGA:
Sementara untuk penerapan pasal 2 perlu dilakukan penyelidikan terbuka untuk menemukan adanya perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara.
Menurut Ali, sejak KPK berdiri penyelidikan tertutup itu produknya adalah pasal Pasal 12 pasal suap. Kasus dugaan korupsi dana bansos COVID-19 yang dilakukan Juliari Batubara adalah penyelidikan tertutup, maka yang diterapkan Pasal 12 atau Pasal 5 untuk pemberi suap.
Ali berujar, penerimaan suap bisa jadi hanya sarana terjadinya tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor. Untuk itu, dalam proses penyidikan kasus ini, terbuka kemungkinan KPK melakukan penyelidikan terbuka yang ujungnya adalah penerapan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor.
"Suap kan salah satu sarananya, kemudian objeknya apa, adalah pengadaan bansos. Dalam perjalanannya sangat dimungkinkan bisa dilakukan penyelidikan terbuka. Nah penyelidikan terbuka ending-nya adalah Pasal 2 atau Pasal 3 dan itu banyak yang terjadi seperti itu. Oleh karena itu ditunggu perkembangan terkait dengan ini," jelasnya.