Bagikan:

JAKARTA - Juliari Batubara resmi mendekam di rumah tahanan (Rutan) KPK Pomdam Jaya Guntur usai menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 15 jam sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi dana bansos COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Sebelum meninggalkan KPK dan menuju rutan, Juliari akan mengikuti proses yang dilakukan penyidik KPK. Saat hendak masuk ke mobil tahanan yang menjemputnya, Juliari memberi sinyal akan mundur dari jabatannya sebagai menteri sosial.

"Ya ya ya, nanti saya buat surat pengunduran diri," katanya, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Minggu, 6 Desember.

Namun sayanya, Juliari enggan mengatakan secara detail kapan dirinya akan mundur dari pucuk pimpinan Kementerian Sosial tersebut.

Seperti diketahui, Juliari telah ditetapkan sebagai tersangka KPK terkait dengan dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako, untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Juliari telah menyerahkan diri menghadap Penyidik KPK, pada, Minggu 6 Desember 2020 dinihari, sekitar pukul 02.50 WIB, setelah sebelumnya sempat buron.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Juliari, MJS dan AW selaku pejabat pembuat komitmen di Kemensos ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Kemudian, tersangka AIM dan HS selaku pemberi suap.

Ketua KPK Filri Bahuri mengatakan, kasus ini berawal ketika Juliari menunjuk dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi dalam pelaksanaan proyek ini dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.

"Dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS," kata Firli.

Adapun untuk fee setiap paket bansos COVID-19 yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu dari nilai sebesar Rp300 ribu.

Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020. Rekanan yang dipilih adalah AIM, HS, dan PT Rajawali Parama Indonesia alias PT RPI yang diduga milik MJS.

"Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," ucapnya.

Pada pendistribusian bansos tahap pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar. Matheus memberikan sekitar Rp 8,2 miliar secara tunai kepada Juliari melalui Adi.

Kemudian, pada penyaluran bansos tahap kedua terkumpul uang fee sekitar Rp 8,8 miliar dari Oktober hingga Desember 2020. Total Juliari menerima sekitar Rp 17 miliar yang kemudian diperuntukkan kebutuhan pribadinya.

Sebagai pihak yang diduga menerima fee, kata Firli, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara AW, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.