Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan tersangka Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dan Adi Wahyono (AW) patut diduga melakukan korupsi. Kesimpulan itu didapat berdasar rangkaian pemeriksaan kepada saksi dan temuan bukti permulaan yang cukup.

Juliari Batubara dan Adi jadi tersangka dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek. "Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan barang bukti berupa uang senilai sekitar Rp11,9 miliar, 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta) atau total sekitar Rp14,5 miliar," katanya, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu, 6 Desember.

Firli berujar, dalam kasus ini KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka yaitu JPB, MJS, AW, AIM dan HS. Kasus korupsi ini, kata Firli, diawali dengan adanya pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode.

"JPB selaku Menteri Sosial menunjuk MJS dan AW sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut, dengan cara penunjukkan langsung para rekanan," jelasnya.

Menurut penjelasan Firli, dalam penunjukan tersebut diduga disepakati adanya fee atau hadiah dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS. "Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket Bansos," jelasnya.

Selanjutnya, kata Firli, oleh MJS dan AW pada bulan Mei sampai dengan November 2020 dibuatlah kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang diantaranya AIM, HS dan juga PT RPI (Rajawali Parama Indonesia) yang diduga milik MJS.

"Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," katanya.

Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, kata Firli, diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.

"Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK dan SN selaku orang kepercayaan JPB untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB," tuturnya.

Kemudian, kata Firli, untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB.

Sebagai pihak yang diduga menerima fee, kata Firli, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara AW, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.